Rizani, Penjaga 'Piil Pesenggiri'
PADA 1988, saat digelar Dialog Kebudayaan Daerah Lampung, Rizani Puspawijaya dan almarhum Hilman Hadikusuma berusaha mereaktualisasikan konsep piil pesenggiri sebagai kearifan budaya Lampung. Ketika itu, para intelektual Lampung masih sulit menerimanya dengan berbagai argumentasi penolakan.
Namun, konsep yang digali dari nilai-nilai lokal masyarakat adat Lampung ini mulai mendapat perhatian pemerintah daerah sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Pada 1996, Kanwil Depdikbud Provinsi Lampung kemudian menerbitkan sebuah buku panduan mengenai piil pesenggiri sebagai filsafat hidup masyarakat adat Lampung.
"Saya yang pertama sekali memperkenalkan konsep filsafat piil pesenggiri dalam skripsi gelar sarjana. Bersama almarhum Prof. Hilman Hadikusuma, konsep itu terus dipelajari dan dikaji sehingga bisa dirumuskan unsur-unsur pembentuk piil pesenggiri yang terdiri dari juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, sakai-sambaiyan, dan titie gemanttei," kata Rizani Puspawidjaja, penulis buku Hukum Adat Dalam Tebaran Pemikiran.
Buku ini berisi kumpulan tulisan Rizani mengenai hukum adat dan filsafat piil pesenggiri ini, baik yang ditulis untuk kepentingan diskusi maupun perkuliahan. Lektor Kepala Madya/Pembina Utama Muda Fakultas Hukum Universitas Lampung ini, merencanakan akan menerbitkan lima buku lagi yang juga berisi karya-karya selama ini. "Sebelum pensiun, buku-buku iotu sudah harus terbit. Saya bahkan sedang menggarap dua buku lain," kata pria kelahiran Terbanggibesar, Lampung Tengah, 64 tahun silam.
Salah satu buku yang akan terbit berisikan hukum adat Lampung tentang keluarga. Dalam buku antara lain akan membahas perkawinan, dan warisan. "Saya juga akan menerbitkan buku berkaitan mata kuliah yang Sosiologi Hukum yang saya ajarkan di Unila," kata alumnus pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung pada 1968 dan akan pensiun pada November 2007.
Buku Hukum Adat dalam Tebaran Pemikiran merupakan karya kedua Rizani. Ketua I Bidang Pemberdayaan Masyarakat Koordinator Kampung Tua tersebut optimistis dapat menyelesaikan enam buku sebelum pensiun. "Saya menerbitkan buku itu untuk masyarakat yang mau membaca. Saya ingin masyarakat Lampung memahami budaya mereka sendiri. Sebab, hukum adat Lampung sangat potensial dijadikan salah satu alat penyelesaian konflik," kata dia.
Di mata Wahyu Sasongko, buku Rizani berhasil menawarkan ide untuk menggunakan hukum adat guna menyelesaikan masalah di Lampung. "Yang terpenting pemerintah daerah dapat mengidentifikasikan hukum adat Lampung lebih dulu," kata dia.
Sebab, bagi Wahyu, teori yang terdapat dalam buku Rizani harus dibuktikan lebih dulu oleh pengambil keputusan. n ANI/LO-01
Sumber: Lampung Post, Jumat, 20 Oktober 2006
No comments:
Post a Comment