Monday, October 18, 2010

MENGGALI DAN AKTUALISASI KEARIFAN LOKAL DAERAH LAMPUNG DALAM RANGKA MEMBANGUN KETAHANAN SOSIAL MASYARAKAT

Fachruddin
Peneliti Kebudayaan Indevenden
Pensiunan PNS.



Pengantar.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi permintaan Kepala Dinas Sosial Provinsi Lampung, melalui surat nomor 4601/2131/PSKBS/B.11 /2010 tanggal 6 Oktober 2010. Untuk disampikan dalam pelatihan Penguatan Akses Kearifan Lokal yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Lampung melalui Kegiatan Pemberdayaan Sosial Korban Bencana Sosial tahun 2010. Yang diselenggarakan pada tanggal 18 – 20 Oktober 2010 di Hotel Arinas Bandar Lampung. Semoga bermanfaat.





ABSTRAKSI

Secara bergurau banyak orang mengatakan bahwa Negeri Indonesia ini adalah Negeri Sejuta Bencana. Ini sama sekali tidak kita harapkan, tetapi walaupun demikian, bencana demi bencana menimpa bangsa kita, baik karena (1) keadaan alam maupun (2) akibat ulah manusia, nampaknya ada-ada saja musibah yang mengakibatkan kerusakan, kehilangan baik alam itu sendiri maupun harta benda, fasilitas umum dan sebagainya, bahkan raga dan nyawa. Dan selanjutnya akan mendatangkan permasalahan sosial bagi kita semua, yang tidak mudah untuk diselesaikan dalam waktu singkat.

Oleh karenanya maka hal ini harus segera diantisipasi dari berbagai aspeknya, baik antisipasi dalam bentuk pencegahan maupun antisipasi dalam bentuk mengatasi segala akibat dari munculnya bencana sosial.

Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah dengan memanfaatkan kearifan lokal, bahwa kearifan lokal adalah merupakan kekayaan dari masing masing daerah. Masing masing daerah memiliki kekayaan nilai nilai yang selama dianut, karena diyakini memiliki nilai kebenaran dan dapat dijadikan tameng untuk mempertahan keberlangsungan kehidupan bersama. Oleh karenanya maka nilai nilai keraifan lokal itu harus kita gali dan kita perkenalkan kepada masyarakat banyak, nilai nilai itu harus kita aktualisasi (kan) di lingkungan masyarakat umum.

Kata Kunci : (1) Kebudayaan daerah lampung, (2) kearifan lokal Dae
rah, (3) Penggalian dan aktualisasi Kearifan lokal, (4)
Pemantapan kearifan lokal, (5) Kearifan lokal sebagai
ketahanan Sosial.

PERMASALAHAN

Berdasarkan historis dan letak geografis maka Lampung termasuk daerah rawan bencana sosial. (1) Rangkaian panjang bukit barisan yang rawan gempa melintas di daerah lampung. (2) Tsunami yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1680, 1880, 1883. Anak Krakatau sudah ratusan dan bakan seribuan kali meletus. (3) Beberapa daerah, terutama daerah sekitar Lampung Barat kerap longsor. (4) Orang lampung terdiri dari Pepadun dan Pesisir, bahasa/ dialek Lampung “A “ da “ O “. (5) Penduduk Lampung yang tidak mayoritas di daerah sendiri juga menyimpan kerawanan konflik tersendiri, sebagai akibat dari pertemuan antar budaya, yang menimbulkan konflik-konflik. Berdasarkan sejarah sendiri Lampung pernah mengalami konflik berkepanjangan.

Lampung yang pernah menjadi pemasok rempah rempah dan hasil hutan terbesar di Pelabuhan Banten yang pada saat itu menjadi bandar terbesar, yang menyelenggarakan perdagangan bebas jual beli di Nusantara. Banyak saudagar Eropa yang berdatangan ke Banten. Tetapi lama kelamaan Lampung justeru menjadi incaran para saudagar asing, Belanda, Inggris, Portugis. Mereka ingin mendapatkan rempah rempah dan hasil hutan itu langsung darti lampung. Ketertarikan bangsa asing kepada Lampung ini justeru menjadi sumber konflik besar.

Melihat keadaan yang demikian itu maka Kesultanan Banten, Cirebon dan Demak bersepakat untuk membangun kekuatan di Lampung. Langkah pertama tentu saja mengajak masyarakat Lampung untuk menganut agama Islam. Lalu Sultan Cirebon mempersunting Puteri Sinar Alam dari Keratuan Pugung, yang dengan perkawinan ini diharapkan akan mempermudah menyusun kekuatan di Lampung, terselenggaranya asimilasi, dalam rangka mengantisipasi masuknya bangsa penjajah.

Ada empat konflik yang terbesar di lampung pada saat itu, yaitu (1) konflik yang terjadi antara masyarakat Lampung Pesisir dengan Banten, sebagai sesama underbow Cirebon, yang terekam dalam dalung kuripan, (2) masyarakat Pepadun masih belum seluruhnya berkenan menganut agama Islam. (3) terjadi masalah dan ketegangan antara Banten dengan Palembang, (4) masing masing ingin ditunjuk sebagai Raja di Kesultanan Lampung.

Keadaan yang demikian itu mengakibatkan munculnya konflik berkepanjangan. Sehingga terhambatlah rencana pembentukan Kesultanan Islam itu, karena kepentingan bisnis dan politis semakin mengkristal. Banyak tenaga dihabiskan secara sia sia.

Ada beberapa kelompok yang sengaja “seba” ke Banten dengan harapan akan mendapatkan mandat untuk menduduki tahta Kerajaan di Lampung. Dalam waktu yang bersamaan Benten dipimpin oleh Sultan yang lemah, keluarga Kesultanan banyak melakukan judi, minum minuman keras, serta menyabung ayam.

Kelengahan tersebut dimanfaatkan oleh bangsa asing untuk masuk ke Lampung, tetapi ketika mereka akan masukpun terjadi persaingan tajam antara Belanda, Inggris dan Portugis untuk masuk ke Lampung. Masing masing bangsa penjajah itu mendaptkan celah dari daerah yang berbeda. Belanda dapat tempat di pimpinan adat Terbanggi – Tulangbawang, Inggris bersahabat dengan Pesisir Kalianda, Portugis berhasil membuat patok di Mesuji. Politik adu domba bangsa penjajah membuat daerah yang satu dengan daerah yang lain mengalami konflik.

Tetapi walaupun demikian niat untuk menjadikan daerah Lampung sebagai Kesultanan Islam yang modern ternyata sempat meninggalkan karya gemilang yang ssnagt berharga, yaitu terumuskannya sebuah falsafah yang sangat egaliter, yaitu apa yang kita kenal sebagai Piil Psenggiri. Dari sekian banyak kearifan tradisional Lampung, maka piil pesenggiri adalah kearifan tradisional Lampung yang lebih bermutu.

PEMBAHASAN

A. Mengenal Budaya daerah lampung.

Budaya Lampung bisa dibilang budaya egaliter, egaliterianismenya didapat dari tidak adanya Raja yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Dalam tidak ada Raja di Lampung yang benar benar berkuasa sebagaimana layaknya seorang raja. Situasi ini membawa masyarakatnya berkembang kearah sikap yang egaliterian. Artinya masing masing indifidu memiliki hak sama. Pimponan komunitas adat sangat terikat dengan kesepakatan kesepakatan bersama, atau setiap ketetapan pimpinan komunitas adat sangat mempertimbangkan kepentingan public, sehingga kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan.

Kelompok masyarakat terdiri dari dua golongan, yaitu masyarakat Pepadun dan masyarakat Pesisir saibatin. Perbedaan keduanya adalah terletak pada system rekruitmen kepemimpinan kelompok.
Bagi masyarakat Pesisir Saibatin kepemimpinan seseorang dalam kelompok adalah berdasarkan keturunan. Anak tertua laki-laki seorang pimpinan kelompok kebuwayan otomatis menjadi pewaris tahta keadatan. Pemecahan kelompok yang disebabkan oleh banyaknya anggota komunitas, hanya mungkin dilakukan pada tingkat garis kedua ke bawah.

Berbeda dengan kelompok pendukung Adat Pepadun, yang memberikan peluang secara lebih longgar kepada setiap seseorang untuk meningkatkan kedudukannya dalam status adatnya. Pengembangan subkelompok menjadi kelompok kelompok sederajat, melalui proses Cakak Pepadun. Cakak Pepadun adalah salah satu upacara daur hidup masyarakat darah Lampung.

Masyarakat Lampung mengenal berbagai upacara daur hidup, mulai dari kelahiran, upacara masa kanak kanak, upacara masa remaja, upacara perkawinan, upacara masa dewasa, upacara kehamilan dan upacara kematian. Masyarakat lampung sangat menghargai perubahan perubahan yang terjadi pada setiap seseorang. Setiap tahap tahapan daur hidup ini dahulu selalu dirayakan sebagai momentum yang ideal untuk mengkomuniasikan berbagai ajaran dan sosialisasi berbagai aturan, terutama terkait dengan perubahan yang sekarang diupacarai. Upacara daur hidup praktis sebagai media pembelajaran bagi semua klas dan level.

Dalam penyelenggaraan upacara daur hidup ini memang melibatkan banyak pihak, selain mereka yang diupacarai juga melibatkan, pihak pelaku upacara, pihak penyelenggara upacara, pihak yang hadir dalam upacara. Dari kesemuanya mereka adalah berasal dari segala usia, jenis kelamin, dan kelompok kelompok lainnya..

B. Penggalian Dimensi kearifan Lokal.

Keraifan lokal daerah lampung tidak terlepas dari letak geografis dan perjalanan sejarah politik daerah Lampung. Kedekatan jarak Lampung dengan Kesultanan Banten yang telah lama menganut Islam sangat memberikan pengaruh terhadap Lampung. Ketika ada kesepakatan untuk mendirikan Kesultanan islam di Lampung maka dieketmukanlah kata “Pesenggiri” yang bermakna yang sangat dalam baik bagi Lampung maupun Banten setelah keduanya mengacu kepada ajaran Islam “Fastabiqul khaoiroot” (berlomba menuuju kebaikan).

Kata pesenggiri di Lampung dengan pasunggiri di Banten (Sunda) ternyata adalah semacam cognit, di mana dengan kata kata yang sangat mirip dan pengertian yang mirip pula. Kalau kata pasunggiri di Banten (Sunda) bermakna perlombaan, maka di lampung lebih dekat dengan persaingan. Namun persaingan dan perlombaan hakekatnya adalah sama.

Kalaupun masyarakat Lampung sebelumnya memang telah memiliki prinsip yang disebut dengan piil, maka kata pesenggiri tinggal menambahkan saja sehingga menjadi “Piil Pesenggiri”. Selanjutnya piil pesenggiri disepakati untuk menjadi pandangan hidup atau falsafah hidup yang sekaligus juga menjadi titik temu dalam proses pembentukan Kesultanan Islam, baik secara internal maupun eksternal.

Sebagai pandangan hidup ternyata Falsafah piil pesenggiri menjadi sesuatu yang sangat berharga, memiliki pandangan yang demikian luas dan mendalam. Rencana pembentukan Kesultanan Islam yang modern di Lampung, yang melahirkan falsafah piil pesenggiri merupakan torehan sejarah perkembangan intellektualitas masyarakat Lampung. Ternyata piil pesenggiri mengandung nilai demokratis, yang bermakna luas, semangat demokrasi yang bukan sekedar ditandai dengan perolehan jumlah suara mayoritas dan mengidentikkannya dengan kebenaran.

Tetapi piil pesenggiri memiliki demikian banyak konsep untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Piil pesenggiri dengan unsur unsurnya mengembangkan sikap dan semangat produktif (nemui nyimah), kompetitif (nengah nyappur), koperatif (sakai sambaian) dan inovatif (juluk adek). Dengan keempat unsur itu maka diharapkan kita akan mampu menciptakan gagasan gagasan yang didukung serta memiliki kemampuan untuk memanfaatkan potensi lingkungan. Sebagaimana dimaksudkan dalam teori gelombang keempat yang digagas oleh Alfin Toffler.

Piil pesenggiri yang berunsurkan (1) nemui nyiman, (2) nengah nyappur, (3) sakai sambaiann dan (4) juluk adek.
Nemui nyimah, terdiri dari dua kata yaitu nemui yang berarti tamu dan nyimah yang berasal dari kata simah, yang berarti santun. Unsur ini kita jadikan sebagai unsur yang pertama dan utama, karena merupakan titik tolak eksistensi manusia. Aktivitas pertemuan atau pertamuan adalah mempertemukan dua konsep atau kepentingan yang berbeda, untuk mencari persamaan. Persamaan itu sangat mungkin didapatkan ketika setiap seseorang memeiliki produksi atau penghasilan yang melebihi kebutuhan dirinya dan orang orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Core nemui nyimah adalah produktif.
Nengah Nyappur, terdiri dari dua kata, yaitu kata nengah dan nyappur, nengah memiliki arti (1) kerja keras, (2) berketerampilan dan (3) pertandingan. Sedang kata nyappur berarti tenggang rasa. Untuk mamapu melaksanakan dan menjaga atau kemampuan melaksanakan nemui nyimah seseorang harus kerja keras agar produksi selalu bertambah. Kerja keras itu juga harus memiliki makna tenggang rasa, karena seseorang harus bekerja bukanlah untuk kepentingan pribadi semata, melainkan dapat dinikmati bersama. Untuk mempertahankan itu maka seseorang harus memeiliki karakter dan kemampuan bersaing, kompetitif.
Sakai Sambaian, terdiri dari dua kata yaitu kata sakai yang berasal dari akai yang artinya terbuka untuk dibaca, dianalisis dan bahkan di kritisi. Dan kata sambai yang berarti melihat atau meneliti, atau membaca, memelihara dan sebagainya. Setelah dua kata ini digabung maka akan bermakna sebagai siap diberi dan siap memberi, atau dengan kata lain take and give. Kooperatif.
Juluk Adek, terdiri dari dua kata juluk adalah nama yang diberikan ketika seorang anak telah mampu merumuskan cita citanya, kemampuan ini dianggap sebagai perubahan pertama yang paling menentukan masa depannya. Dan kata Adek yaitu nama atau gelar yang diberikan kepada seseorang , ketika seseorang itu telah mencapai apa yang dicitakan. Dengan demikian maka juluk dan adek ini menghendaki akan adanya perubahan atau pembaharuan, inovatif.

Inilah kearifan tradisional yang paling bermutu yang dimiliki oleh budaya daerah Lampung, yang terumuskan dalam rangka pembentukan Kesultanan Islam di Lampung yang modern, yang akan menjadi ajang proses akulturasi budaya Jawa dan Sumatera (melayu). Itulah sebabnya maka nilai nilai kearifan lokal tradisional ini sebenarnya juga berbobot universal, dengan bukti adanya nilai demokratis egalitarian dalam falsafah piil pesenggiri.

C. Aktualisasi Nilai Nilai kearifan Lokal

Bermula memang piil pesenggiri ini terumuskan dan lebih diperuntukkan bagi masyarakat agraris, tetapi karena filsafat piil pesenggiri yang dijadikan modal dasar pembentukan Kesultanan Islam di Lampung, benar benar memiliki bobot filosofi yang tinggi, maka falsafah inipun ternyata dapat dipertimbangkan pada segala zaman. Merujuk pada teori Alfin Toffler falsafah inipun sebenarnya masih harus dipertimbangkan baik pada era industrialisasi, komunikasi, maupun gelombang keempat, yaitu penuntutan kemampuan setiap seseorang untuk menyusun konsep berdasarkan nilai nilai yang berkembang dan potensi lingkungan. Oleh karenanya hingga pada saat inipun piil pesenggiri layak disosialisasikan, bukan hanya sekedar dikenal tetapi justeru perlu undtuk di-aktualisasi-kan.

Semula aktualisasi piil pesenggiri ini hanya diselenggarakan pada saat dilaksanakannya upacara daur hidup, karena pada saat upacra dauh hidup relatif dihadiri oleh keluarga besar yang dalam jumlah relatif banyak. Unsur demi unsur dari piil pesenggiri diperkenalkan dan sosialisasikan untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari hari.

Dalam setiap upacara selalu saja pimpinan adat menjadi pengarah bagi komunitas adat, sehingga setiap pimpinan adat menjadi guru bagi komunitas yang bersangkutan. Nilai nilai kearifan tradisional diajarkan oleh pendukung, pelaku dan pelaksanan dari kearifan tradisional itu sendiri. Sehingga komunitas dapat dengan mudahnya diterima serta difahami secara emndalam akan isinya.

Tetapi peraturan lebih lanjut, ketika Pemerintah mengeluarkan UU tentang Pemerintahan Pedesaan, maka terjadilah pergeseran pengaruh, yang semula kepemimpinan lebih banyak diemban oleh pemangku adat, maka sejak saat itu kepemimpinan dijalankan oleh Kepala Desa yang dipilih. Imbas dari kebijakan ini adalah melemahnya kepemimpinan adat.

Sebenarnya upaya revitalisasi lembaga adat sebagai antisipasi dari melemahnya kepemimpinan adat, telah tercantum dalam Renstra Dinas Pendidikan Provinsi Lampung tahun 2001 – 2006, tetapi ternyata program itu tidak berjalan secara maksimal.

Kini para pimpinan adat nyaris kehilangan popularitasnya, mereka nyaris tak dikenal. Popularitas itu redup bersamaan dengan kurangnya peran yang dimainkan oleh pimpinan adat. Pimpinan adat sering hanya diperankan dalam upacara perhelatan perkawinan, yaitu sekitar acara pelamaran serta beberapa upacara seremonial lainnya. Dan ini memang masih tetap dipertahankan terutama oleh mereka mereka yang memiliki kekuatan ekonomi yang memadai, karena upacara yang berbau adat membutuhkan biaya yang relatif tinggi.

Untuk mempertahankan kearifan lokal budaya daerah Lampung, maka Pemerintah daerah memliliki tanggung jawab yang besar, bukan hanya sekedar mempersiapkan bantuan finansial, tetapi juga merumuskan langkah langkah teknis yang akan ditempuh. Bukan menmgambil alih peran lembaga adat, tetapi justeru harus melakukan revitalisasi lembaga adat yang hingga sekarang masih eksis.

Program revitalisasi lembaga adat bukan berarti memutar balik jarum jam, tetapi karena lembaga adat memiliki kelebihan ikatan dibanding ikatan ikatan yang lain, yaitu ikatan kekeluargaan, karena perkawinan dan lain sebagainya. Apalagi kini banyhak sekali desa desa sebagai konsentrasi komunitas adat banyak yang tinggal di daerah yang mengalami kelambatan dalam sentuhan pembangunan. Banyak sekali kampung kampung tua yang justeru baru disentuh pembangunan setelah era reformasi. Di Lampung umpamanya muncul program “Tiyuh Toho” untuk membangun desa desa tua yang benar benar tertinggal, karena minus fasilitas layanan umum, seperti sekolah, Puskesmas, dan lain sebagainya.

Kita berharap kehadiran lembaga adat yang memiliki kemampuan untuk memberdayakan perekonomian komunitas adatnya. Pergeseran peradaban juga menggeser aktivitas agraris yang semula menjadi andalan, guna memasuki era industrialisasi dan bahkan era komunikasi. Bahkan sekarang sebenarnya telah memasuki era keempat. Yang mengandalkan kemampuan untuk menyusun konsep berdasarkan nilai nilai budaya serta potensi lingkungan. Dan selanjutnya perkembangan nilai budaya milik lembaga adat berada di tangan para intelektual dari kelompok adat yang ada. Memang akan sulit dan bahkan mustahil pihak luar akan memiliki kemampuan melakukan interfensi ke dalam lembaga adat. Walau membentuk lembaga adat buatan sekalipun.

Kita akan memiliki peluang menanamkan nilai nilai budaya milik komunitas beserta lembaga adat melalui dunia pendidikan baik, formal maupun nonformal. Manfaatnya adalah menanmkan kemampuan untuk mengapresiasi nilai nilai tersebut kepada publik melalui peserta didik ataupun pelatihan.

Kita harus melakukan pembenahan dalam dunia pendidikan, piil pesenggiri tidak cukup diajarkan dengan pendekatan akademis belaka, tetapi harus diciptakan model pembelajarannya, metode dan teknologi pembelajarannya serta media belajar. Nilai nilai ini akan diapresiasi berdasarkan banyaknya pengalaman belajar, pengalaman belajar didapatkan dari tingginya kesempatan bersentuhan dengan media pembelajaran.


D. Kearifan Lokal Sebagai Ketahanan Sosial.

Kearifan tradisional daerah Lampung ternyata memiliki bobot dan potensi sebagai kearifan universal, melihat unsur unsurnya yaitu (1) produktif, (2) kompetitif, (3) kooperatif, (4) inovatif. Keempat unsur tersebut sangat dibutuhkan dalam rangka membangun ekonomi kreatif. Karena ekonomi kreatif adalah kemampuan menyusun konsep berdasarkan nilai budaya yang ada serta potensi lingkungan. Dengan demikian maka falsafah piil pesenggiri seyogyanya bukan sekedar panutan komunitas kelompok adat di lampung, tetapi layak menjadi panutan seluruh masyarakat dan penduduk Lampung.

Tetkala piil pesenggiri tidak lagi hanya sekedar ditafsirkan sebatas aktivitas adat, tetapi labih ditekankan pada nilai filosofisnya yang universal, maka siapapun kita akan menjadi layak dan berhak menganutnya. Adalah kerugian besar menelantarkan piil pesenggiri terlebih disaat kita butuh memperkuat karakter bangsa serta ekonomi kreatif, untuk kita wariskan kepada generasi penerus. Karena piil pesenggiri berpotensi untuk menjadi pertahanan sosial masyarakat bangsa.

Keharusan begi seseorang untuk nemui nyimah (produktif), berarti keharusan memiliki produksi lebih. Setiap seseorang dituntut untuk santunan, yang kesantunan itu harus ditandai dengan kemampuan berproduksi lebih, melebihi kebutuhan bagi dirinya serta bagi orang orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Menyertai keharusan ini tentu saja juga harus dilengkapi dengan usaha kerja keras, hemat, serta mampu berkomunikasi secara baik. Memiliki kemampuan memahami kebutuhan masyarakat, serta bersedia bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan bersama itu.

Keharusan untuk nengah nyappur (berkompetisi), yaitu produk yang dihasilkan selain berkualitas yang terbaik (nengah), juga memiliki keberpihakan kepada mereka yang lemah (nyappur), artinya seseorang tidak memikirkan keuntungan belaka, melainkan mengutamakan ketersediaan bahan kebutuhan, sehingga membuat kehidupan bersama menjadi langgeng.

Keharusan sakai sambaian (kooperatif), yaitu memiliki sikap keterbukaan (sakai) dan juga sikap kritis (sambai), apalagi sambai memiliki makna yang lain yaitu memelihara. Dengan sakai sambaian maka berarti secara bersama sama memiliki semangat kebersamaan, yang mampu menggunakan oyo aktivitasnya untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Keharusan juluk adek, adalah keharusan untuk melakukan pembaharuan pembaharuan, menyesuaikan dengan kemajuan sain dan teknologi serta berbagai perubahan akibat dari keberadaan kita secara geografis dan politis. Dengan demikian maka jelas bahwa piil pesenggiri memiliki potensi menjadi ketahanan sosial, bagi berbagai bencana sosial yang menimpa masyarakat, baik yang dikarenakan keadaan lam, atau akibat ulah manusia itu sendiri.

Mendiang Abraham Lincoln dahulu mengatakan bahwa karakter adalah bagaikan pohon, dan reputasi adalah bayangan di bawah pohon itu. Unsur piil pesenggiri yang terdiri dari produktif, kompetitif. Kooperatif dan inovatif adalah merupakan rimbun pohon, yang menghasilkan keteduhan di bawahnya. Maka piil pesenggiri akan memiliki kemampuan meningkatkan reputasi seseorang, sehingga orang lain akan merasakan kenyamanan untuk berteduh di bawahnya.

Piil pesenggiri adalah value atau nilai nilai yang akan mempengaruhi sikap atau attitude. Sikap, perspektif, adalah bagaimana kita merasakan diri kita dan juga bagaimana kita merasakan orang lain, oleh karenanya sikap ini akan menentukan bagaimana kita memilih prioritas tindakan kita, serta bagaimana kita memilih komunikasi yang akan kita lancarkan bersama orang lain.


KESIMPULAN

1. Berdasarkan letak geografis dan sejarah politik di lampung, maka lampung memiliki potensi untuk terjadinya konflik yang berujung pada bencana sosial. Keadaan alam daerah Lampung yang termasuk kategori rawan gempa, longsor dan bahkan banjir adalah sesuatu yang harus diwaspadai, karena manakala itu terjadi akan mengakibatkan problema sosial yang tidak mudah untuk diselesaikan.
2. Keanekaragaman pendudk Lampung, plus pendatang yang menjadi mayoritas, selain merupakan rahmat bagi Lampung, juga dalam waktu yang bersamaan merupakan ancaman keutuhan sosial. Karena berbagai perbedaan juga menjadi potensi konflik konflik yang akan mendatangkan bencana sosial.
3. Tetapi walaupun demikian ternyata Lampung memiliki filosofi yang bermutu sangat tinggi, sebuah filosofi yang demikian demokratis, egaliterian. Filosofi ini didapatkan lampung ketika direncanakan untuk mendirikan sebuah Kesultanan Islam yang modern. Filosofi yang kita kenal sebagai ‘Piil Pesenggiri’ ini berunsurkan nemui nyimah (produktif), nengah nyappur (kompetuitif), sakai sambaian (kooperatif) dan juluk adek (inovatif).
4. Falsafah piil pesenggiri ternyata bukan hanya sekedar kearifan lokal, tetapi juga berpotensi menjadi kebenaran universal. Bukan hanya berlaku bagi komunitas pendukung adat dan budaya lampung, tetapi layak diterima oleh masyarakat umum, di luar komunitas tersebut, karena ppil pesenggiri memiliki nilai demokratis.
5. Sebagai pandangan filosofis yang mendalam, maka piil pesenggiri bukan saja sesuai bagi masyarakat agraris, tetapi sesuai juga bagi dunia industri, era komunikasi serta era gelombang keempat yang mengutamakan kemampun penyusunan konsep berdasarkan nilai dan potensi sekitar.
6. Falsafah piil pesenggiri yang kaya nilai (value) manakala difahami secara benar, akan mampu mempengaruhi sikap, bagaimana kita merasakan sebagai orang lain, sebagai diri sendiri, yang selanjutnya akan mempengaruhi cara kita berkomunikasi dan berinteraksi. Dengan nilai kehormatan (nemui nyimah), nilai kesetaraan (nengah nyappur), nilai kebersamaan (sakai sambaian) dan semangat pembaharuan (julik adek). Dengan demikian maka piil pesenggiri dapat dijadikan landasan bagi pembangunan ketahanan sosial.
7. Dengan demikian maka piil pesenggiri harus kita pertahankan, harus kita gali lebih dalam, harus kita sosialisasikan. Dengan cara memberdayakan lembaga adat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bagi ummat manusia, baik komunitas pendukung adat dan budaya Lampung, serta setiap seseorang yang berkomunikasi dan berinteraksi dengan kelompok tersebut, atau berada pada wilayah geografis yang sama.
8. Lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap piil pesenggiri sehingga piil pesenggiri akan mampu berkembang ditangan komunitas pendukung dan pelaku adat dan budaya Lampung. Karena nilai nilai piil pesenggiri bukan hanya sekedar diajarkan, tetapi yang lebih penting justeru pengembangannya.
9. Piil pesenggiri akan berkebang manakala terjadi kontak kontak budaya. Kontak budaya akan terjadi manakala komunitas pendukung adat budaya Lampung mampu tetap eksis.

DAFTAR LITERATUR.

Fachruddin, (1996), Piil Pesenggiri, Kanwil depdikbud Provinsi Lampung
--------------(2003), Peranan Nilai Nilai tradisional daerah Lampung dalam melestarikan Lingkungan Hidup, Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, cet, ke 2.
--------------(2006) Telah berpulang jurubicara Piil Pesenggiri, Opini Lampost, Edisi Sabtu 2 September 2006
--------------(2006) Konflik Mengakar sepanjang Abad, Opini Lampost Edisi Selasa 19 September 2006.
--------------(2006) Konflik Hilang Sukses Menjelang, Opini Lampost Edisi Kamis 7 desember 2006.
--------------(2010), Memfungsikan Kembali peran Kearifan Tradional daerah Lampung dalam menyelesaikan konflik, Bahan ceramah pada pelatihan Penanggulangan bencana Sosial yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial Prov. Lampung, http://www.fachruddin.dani.blog
Hilman hadikusuma, Aturan Aturan Adat Lampung, Makalah disampaikan dalam acara Kongres Kebudayaan Indonesia tahun 1991, http://www.fachruddin54.blog
Henk Schulte Nordholt & Gusti Asnan (ed), 2003, Indonesia in Transition, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
M. Syafi’i Antonio, 2007, Muhammad SAW sebagai Super leader Super manajer, Tazkia Publising, jakarta
Solikin Abu Izuddin, 2006, Zero to Hero, Pro-U Media, Yogyakarta.
Tim Pusat Kurikulum, 2010, Penguatan Metodologi pembelajaran Berdasarkan Nilai Nilai kebudayaan Untuk mebentuk dayasaing dan Karakter bangsa, Pusat Kurikulum Depdiknas, Jakarta.
------------- (2010) Bahan Pelatihan pengembangan Kewirausahaan, dalam rangka pendidikan karakter bangsa dan Ekonomi Kreatif, Pusat Kurikulum Depdiknas, jakarta.
------------- (2010) Pengembangan Pendidikan Budaya dan karakter bangsa, Pusat Kurikulum Depdiknas Jakarta.