Monday, December 15, 2014

Piil Pesenggiri Itu Kampanye Untuk Berniaga

Ditinaju dari sudut bahasa bisnis maka tak dapat disangkal bahwa Piil Pesenggiri itu adalah sebuah filosofi untuk berniaga. Memang bila meninjau Lampung secara geografis tempo doeloe maka tertariklah orang untuk mengembangkan perniagaan di daerah ini. Ditinjau dari pengertian bahasa Piil Pesenggiri sarat dengan bahasa perniagaan, setidaknya ketika konten Piil Pesenggiri itu akan dioperasionalkan, lihat saja Nemui-Nyimah operasionalnya adalah produktif, Nengah-Nyappur operasionalnya kompetitif, Sakai-Sambaian operasionalnya adalah kooperatif sementara Juluk-Adek operasionalnya adalah inovatif, itu semua meyakinkan bahwa Piil Pesenggiri sangat pantas dijadikan bahan atau landasan mengkampanyekan berniaga kepada gemerasi muda kita agar mereka mempersiapkan diri untuk terjun dalam dunia perniagaan.

Seperti kita ketahui bersama bahwa sosialisasi Piil Pesenggiri itu dilakukan oleh para tokoh adat utamanya bagi generasi muda pada komunitas itu adalah dilakukan dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan upacara daur hidup dan upacara upacara terkait alam dan lain sebagainya. Essensi dari penyelengaraan berbagai upacara itu selalu saja dijelaskan dengan bahasa bahasa Piil Pesennggiri, yang sudah barang tentu pilihan bahasa selalu saja akan disesuaikan,  dengan audien yang terlibat dan berfungsi dalkam upacara itu maupun para hadirin lainnya.

Yang manakala upacara itu hingga kini masih diselenggarakan sesemarak dahulunya, ketika para pimpinan adat masih memiliki peran yang besar dalam memimpin warga kamunitas itu, niscara pada era era sulit seperti sekarang ini maka Piil Pesenggiri jelas dibicarakan dalam pendekatan ekonomis. Apalagi dari segi bahasa maka Piil Pesenggiri kental sekali dengan istilah ekonomi. Sayang seiring dengan diberlakukannya UU Pemerintahan Desa maka peran Lembaga adat terkena imbas dari UU Pemeriuntahan Desa ini. Sayangnya lembaga ini tidak segera mengantisipasinya dengan menyerahkan sebagian kewenangannya kepada pemerintahan Desa dan memperkuat sisi lainnya.

Tetapi pilihan atas istilah yang digunakan sebagai konten Piil Pesenggiri itu jelas jelas menghabarkan kepada kita sebagai generasi yang kemudian, bahwa Piil Pesenggiri memang dirancang untuk masyarakat Lampung secara keseluruhan untuk memiliki semangat berniaga yang tinggi. Hal itu sejalan dengan besarnya potensi Lampung yang sudah sangat disadari sejak dahulu itu memiliki potensi yang besar untuk setidaknya menghasilkan perkebunan yang tak terhingga. Semua tanam tumbuh yang ditanam di Lampung menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Selain itu posisi daerah Lampung sangatlah strategis, karena memiliki pantai alam yang ideal untuk dijadikan pelabuhan, bukan hanya di selat selat, tetapi Lampung juga memiliki  teluk dan Tanjung yang berpotensi untuk membangun pelabuhan. Belum lagi sungai sungai besar yang dahulu memang mampu dilalui kapal besar hingga kapal kapal itu mampu masuk hingga pedalaman.

Saya menghimbau kepada para intelektual yang berada di seluruh komunitas pendukung budaya Lampung mari kita kembangkan Piil Pesenggiri ini untuk mendorong generasi mendatang agar memiliki kemampuan meningkatkan daya saing, berniaga seperti apa yang dipesankan oleh Piil Pesenggiri, yaitu produkti, kompetitif, kooperatif dan inovatif.

Tuesday, December 9, 2014

Piil Pesenggiri Itu Fastabiqul Khairot


Bambang Eka Wijaya
IPPPL--Ikatan Pensiunan Pendidik Provinsi Lampung--di akun facebook Fachruddin Dani mencanangkan Kampanye Hidup Berniaga bagi Generasi yang Akan Datang, Minggu (30-11). Materi kampanye tersebut dirangkai dalam kearifan lokal Lampung, Piil Pesenggiri. Melalui pemaknaan khas, Piil Pesenggiri diartikan Prinsip Fastabiqul Khairat--berlomba (bersaing) dalam kebaikan. Arti lomba itu dibuat menonjol dalam uraian unsur-unsurnya. 

(1) Nemui nyimah, yang arti harfiahnya bertemu dengan kesantunan, dimaknai untuk santun orang harus produktif dalam bidangnya, maka operasional pertemuan dan kesantunan adalah produktif.(2) Nengah nyappur, yang berarti tampil terampil, operasionalnya kompetitif. (3) Sakai Sembayan, yang berarti terbuka, siap menerima siap memberi, operasionalnya kooperatif. Dan (4) Juluk Adek yang berarti nama juluk dan gelar adat, atau selalu mendapat nama baru, operasionalnya inovatif.

Demikianlah, semangat berniaga pada generasi mendatang ditumbuhkan dengan kearifan lokal Piil Pesenggiri sebagai pandangan hidup siap bersaing dalam kebaikan, didasarkan pada sikap dan perilaku berjiwa produktif, kompetitif, kooperatif, dan inovatif. 

 Kearifan lokal yang diformat khas dalam semangat kewirausahaan itu tahap awal dikampanyekan di kalangan guru SD, guna selanjutnya ditanamkan ke murid SD--mengacu ke Rasulullah Muhammad SAW yang belajar bisnis sejak usianya belia. 

 Menanamkan semangat berniaga dalam kecerdesan spiritual begitu jelas amat tepat, karena berniaga dalam terminologi Fastabiqul Khairat maknanya luas sekali sebagai usaha, mewujudkan hakikat pendidikan untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat! 

Berniaga dengan kapasitas produktif, kompetitif, kooperatif, dan inovatif itu pun merupakan spiritualitas bagi generasi muda untuk bangkit dan unggul di masa depan. Untuk mencapai hasil maksimal kampanye tersebut, lebih baik lagi jika IPPPL bisa menyusun ajaran kearifan lokal berniaga tersebut dalam buku pelajaran yang sistematis, untuk selanjutnya diusulkan sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah dalam wilayah Provinsi Lampung. 

 Sistematis dimaksud, sekali jalan buku itu memberi pemahaman tentang filsafat hidup orang Lampung Piil Pesenggiri, sekaligus menanamkan religiositas Fastabiqul Khairat dalam berniaga mencapai kesejahteraan hidup baik di dunia maupun di akhirat! ***

Monday, December 8, 2014

Kampanye Hidup Berniaga dengan Piil Pesenggiri

Piil Pesenggiri Dibuang Sayang, falsafah yang sangat bernilai ini sepertinya banyak dipandang sebelah mata oleh para budayawan Lampung, saya sempat dikejutkan oleh sikap seortang pakar bahasa Lampung yang menyamakan Piil Pesenggiri dengan Kirotoboso, karena beliau mengatakan bahwa Piil Pesenggiri itu seperti istilah "Kodok" teko teko ndodok. Kalau saja ucapan itu bukan diucapkan oleh pakar bahasa Lampung dalam seminar budaya pula, maka saya tidak akan sekecewa itu. Diluar dugaan saya ketika kami mengajukan Proposal bantuan biaya bagi penyelenggaraan pelatihan sosialisasi Karakter Bangsa, ternyata pihak Dinas Pendidikan Provinsi Lampung meminta kami mengkampanyekan pentingnya Falsafah Lampung Piil Pesenggiri.

Dengan demikian kamipun menggabungkan program unggulan kami yaitu kampanye hidup berniaga bagi generasi yang akan datang, tentu saja dengan piil Pesenggiri. Maka terselenggaralah itu pada tanggal 30 November 2014 yang lalu. Tidak kurang dari 40 orang peserta yang kami undang alhamdulillah seluruhnya hadir dan mengikuti acara hingga selesai. Mdereka adalah siswa SD/MI, SMP/MTs, guru olahraga, guru Pendidikan Agama  Islam (PAI) Pengawas, Karyawan Dinas Pendidikan dan Provinsi Lampung dan Kota Bandar Lampung. Walaupun itu hanya bersifat sosialisasi, tetapi ternyata para peserta menyampaikan ketertarikannya dan berjanji akan menindaklanjutinya di sekolah masing masing.

Kami menganggap sangat tepat menggabungkan Falsafah Piil Pesenggiri dengan Kampanye Hidup berniaga, karena konten Piil Pesenggiri bila dipandang dari sisi tertentu justeru sarat bermakna niaga. Lihat saja unsur unsur Piil Pesenggiri yang terdiri dari Nemui-Nyimah yang operasionalnya adalah produktif, nengah nyappur yang dalam operasionalnya kompetitif, sakai sambaian yang dalam operasionalnya membutuhkan kooperatif, serta juluk adek yang dalam operasionalnya membutuhkan inovatif.

Beranjak dari sana maka Piil Pesenggiri dicanangkan sebagai bahan kampanye dari kami yang tergabung dalam kelompok Diskusi Ikatan Pensiunan Pendidik Provinsi Lampung. Namun tentu saja karena sekolah juga membutuhkan berbagai kegiatan terkait dengan kegiatan belajar dan mengajar atasu proses pembelajaran di sekolah maka kegiatan ini dirancang sedemikian rupa dengan melibatkan guru mata pelajaran, dan guru yang terpilih untuk sementara ini adalah guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Guru Pendidikan Olahraga/ Kesehatan.

Dengan semangat Pesenggiri yaitu produktif, kompetitif, kooperatif dan inovatif Guru PAI menyelenggarakan Gerakan Amal Sholeh, mulai dari membina hubungan baik dengan orangtua, Kepala Sekolah, para guru, famili, masyarakat, teman main, teman sekolah, teman sekelas serta, memilihara sholat lima waktu, sholat lain dan sholat dhuha serta  mengeluarkan sedekah. Sementara Guru Pendidikan Olahraga dan Kesehatan mengupayakan penerapan Brain Gym guna mengatasi keslitan siswa dalam belajar. Itu semua dilakukan dalam semangat Piil Pesenggiri, yaitu semangat produkttif, kompetitif, kooperatif dan inovatif. 

Ini sekedar sosialisasi yang hanya dilaksanakan satu hari, oleh karenanya maka apa yang dikampanyekan ini harus ditindaklanjuti di sekolah sekolah, ada yang diprtogramkan oleh guru PAI dan ada yang diprogramkan oleh guru Olahraga/ Kesehatan. Tentunya itu semua membutuhkan bantuan dan dorongan dari Kepala Sekolah karena kegiatan ini harus terfasilitasi dan juga melibatkan segenap masyarakat sekolah, utamanya guru guru mata pelajaran lainnya, serta para guru kelas di SD/MI. Dengan semangat Piil Pesenggiri kami yakin program ini berjalan lancar.

Thursday, November 20, 2014

Serasan Sekundang bagi Masyarakat Muara Enim



Pertama saya menjejakkan kaki di bumi Muaraenim mata saya terantuk pada sebuh tulisan besar "Serasan Sekundang", apa terjemahan tulisan  itu tanya  saya kepada driver yang kebetulan putra daerah. kira kira katanya ragu sepakat untuk membawa beban, ucapan itu lirih seperti kurang yakin dengan apa yang dibicarakannya. Dalam bahasa kami katanya lagi kundang itu artinya barang bawaan, katanya seperti meyakinkan.
Kalo gitu sama saja dengan gotong royong tanya saya, Iya pak sama dengan gotong royong katanya mengulangi kata kata saya. Sebagai orang yang pernah tinggal di daerah ini, apakah sering melakukan gotong royong. Dia geleng gelang kepala, lalu berkata dahulu sepertinya saya pernah melihat orang gotong royong membersihkan jalan menuju air tempat kami mandi katanya ragu.

Terlepas dari benar atau tidaknya apa yang dijelaskan oleh temanku itu yang juga sebagai driver di kantor kami, yang saya pahami
adalah bahwa gotongroyong adalah merupakan salah satu atau bagian dari kearifan lokal  daerah muara enim. Bahwa muaraenim berdiri hingga kini dibangun atas semangat kebersamaan  dan segala sesuatunya dilakukan dengan semangat bergotongroyong, ringat sama dijinjing, berat sama dipikul. Semoga saja keterangan dari driver kami itu terlalu jauh meleset.

Tetapi bila kita tilik dari pesatnya pembangunan di Kabupaten ini maka kita yakin bahwa memang masyarakatnya memiliki suatu kekuatan, dan apabila kekuatan ini dapat dimanfaatkan maka laju pembangunan Muaraenim akan pesat. Dan kita yakin sesuatu itu adalah "Serasan Sekundang"




                             

Friday, August 22, 2014

Dekranasda Bangkitkan Kerajinan Tradisional



BANDAR LAMPUNG (Lampost.co): Keberadaan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) diharapkan menjadi pionir bagi bangkitnya kerajinan tradisional dalam rangka mengambangkan potensi budaya dan ekonomi kerakyatan.

Hal itu dikatakan Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo, saat pelantikan pengurus Dekranasda Provinsi Lampung Periode 2014-2019, di Balai Keratun Kantor Gubernur, Kamis (21/8). Hadir dalam pelantikan itu Wakil Sekretaris Jederal Dekranas Pusat Ikhwan Asril dan Sekretaris Dekranas Pusat Estika Pratiwi.

Hadir pula sejumlah pejabat di lingkungan Pemda Lampung serta pengurus Dekranasda kabupaten/kota se-Provinsi Lampung. "Dekranasda Provinsi Lampung melalui pengurus yang baru dilantik, diharapkan dapat menggerakn industri kecil berbasis ekonomi kerakyatan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung umumnya," kata Ridho. (Luman Hakim)

Wednesday, March 19, 2014

Orang Sekayu Bangga Bahasa Daerah

Luar Biasa, kebanggaan masyarakat Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel, dengan kebanggaan atas bahasa daerah mereka. Bahasa daerah saya dengar langsung digunakan dalam bertegur sapa di Bank, Kantor Pos dan apalagi ditempat yang saya kunjungi selama hampir dua bulan ini, Dan diberbagai tempat lainnya tegur sapa dngan menggunakan bahasa Sekayu adalah keniscayaan tampaknya.Setelah sejenak menggunakan bahasa Nasional, maka bahasa daerah Sekayupun segera terdengar, sepertinya  setiap pertemuan dengan orang luar sekalipun maka seatyu keharusan untuk memperdengarkan bahasa Sekayu

Bahasa dan dialek Sekayu nampaknya adalah sesuatu yang harus diperdengarkan kepada tamu dari manapun, belum lengkap rasanya bila hanya menyuguhkan pengamanan dan minuman kepada para tamu sebelum menyuguhkan juga bahasa Sekayu kepada para tamu.
Tunggu sebenatr, duduklah Bapak di sika ..... kata seorang karyawan Bank yang cantik itu dalam bahasa Sekayu. Selanjutnya dalam berkomunikasi dengan saya selanjutnya Ia tetap menggunakan bahasa Sekayu, sepertinya Ia sangat yakin bahwa saya memahami dengan apa yang dia maksudkan sekalipun dengan menggunakan bahasa Sekayu. 

Memang sebagai bahasa melayu, bahasa daerah Sekayu mudah dipahami oleh warga Indonesia berasal dari manapun. Dan karena demikian fanatiknya masyarakat Sekayu dengan bahasa daerah mereka, maka orang pendatangpun sepertinya untuk menggunakan bahasa Sekayu itu adalah suatu keharusan. Ada seorang Pengawas Dikmen di Dinas Pendidikan Kabupaten Sekayu, beliau adalah Pak Joko, asal Jawa Timur, yang ketika saya ajak bicara dengan bahasa Jawa, justeru dijawab dengan bahasa Sekayu. padahal saya menggunakan bahasa Jawa dengan dialek Jawa Tmur sebisa mungkin, tetapi nampaknya Pak Joko tidak tertarik untuk berinduria dengan daerah Asalnya. Memang sehari hari Pak Joko di rumahnya berbahasa Sekayu, jika tidak salah simak isteri Pak Joko memang Orang Sekayu.
Orang Sekayu tidak segan segan untuk berbahasa Sekayu kepada tamu yang berasal dari manapun. Bisa berbahasa Indonesia, maka pasti bisa bahasa Sekayu kata Pak Muhammad Husen sebagai Korwas di Sekayu. Bahasa Sekayu memang lebih kental Melayunya dibanding Kabupaten yang lain di Sumsel, memang ada beberapa kata yang diucapkan mirip bahasa Betawil seperti kate, siape, berape, mane, " E " dalam bahasa Sekayu itu diucapokan seperti logat betawi, walaupun ada juga yang meleset jauh, yaitu " suwe " dalam bahasa Sekayu yang artinya Habis.

Pernah tamu saya dari Jakarta dia mengeluhkan bahwa Bandar Lampung kok seperti Jakarta ya ? Katanya terheran heran ..., , lalu saya menanyakan apa maksudnya. Ternyata yang dimaksudkan bahwa telah tiga hari dia berada di Bandar Lampung, tetapi belum sekalipun dia mendengar orang orang yang menggunakan bahasa Lampung. Suasana itu berbeda dengan di Sekayu, cukup menggunakan dua atau tiga kalimat kita menggunakan bahasa Nasional, setelah mereka yakin kita terampil berbahasa Nasional maka masyarakat Sekayu tak segan segan berbahasa Sekayu kepada kita sebagai pendatang di daerah itu.

Sunday, February 9, 2014

Serasan Sekate Untuk Membangun Musi Banyuasin

Bukan sekedar puluhan, tetapi mencapai ratusan dan bahkan milyaran  dan mungkin Trilyunan rupiah telah dikeluarkan untuk membayar konsultan hanya sekedar untuk mensinkronkan antara kata dengan perbuatan. Itu yang ditulis dan itu yang diperbuat, itu yang dioperbuat, itu juga yang di tulis. Berbeda halnya dengan masyarakat Musi Banyuasin, mereka telah lama mempraktekkan kesesuaian antara kata dengan laku, "Serasa Sekate" itulah semboyan dalam membangun Kabupaten Musi Banyuasin.

"Filosofi Sekate Serasan" pasti telah teru,uskan ratusan tauhin yang lalu, ketika komunitas ini belum seramai sekarang, artinya komitmen sekate serasan teleh berhasil membuat komunitas masyarakat sekayu dan sekitarnya hingga  mempertahankan eksistensinya, Keberadaan komunitas masyarakat ini berhasil dipertahankan berkat keteguhan komunitas ini berpegang kepada Serasan Sekate.

Tidajk kurang sari sebuah tugu yang didirikan, sebuah tugu yang tegak lurus yang melambangkan keteguhan satunya antara kata dan laku. Tugu itu berdiri untuk memperingatkan kepada seluruh masyarakat untuk bukan sekedar menjaga dan komitmen dengan filosofi ini, tetapi yang lebih penting menanamkannya kepada generasi muda, 

Sudah sangat banyak keberhasilan yang dicapai dengan mempersatukan antara kata dengan laku yang berhasil membentuk kebersamaan, dan sudah sangat banyak kerusakan dan kerugian kita lainnya diakibatkan oleh ketidakserasian antara kata dan laku sehingga kehilangan rasa dan semangat kebersamaan, oleh karenanya maka masyarakat Musi banyuasin brtekat untuk tetap mempertahankan kebesamaan dengan cara mempererat "Sekate Serasan"




Saturday, February 8, 2014

Sebiduk Sehaluan di OKU Timur.



Kota martapura sebagai Ibukota Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang kita kenal sebagai Kabupaten yang dilintasi banyak sungai, dari satu tempat untuk menuju tempat yang lainharus melintasi sungai, dan istimewanya sungai yang harus diseberangi itu sering bukan hanya sat, banyak diantara mereka untuk menuju ke ladang atau kebun mereka tidak cukup sekali penyeberangan. Tetkala daerah itu belum memiliki kesanggupan untuk membuat jembatan yang representatif, makamereka menggunakan biduk atau perahu sebagai alat sarana penyeberangannya.
Berbagai perbedaan serta keanekaragaman lainnya ditempat lain ternyata mampu mereka persatukan di dalam biduk.

Biduk menjadi sesuatu yang sangat istimewa dalam membentuk tata kehidupan mereka untuk semakin teratur. Dan istimewanya lagi sudah demikian banyak perselisihan perselisihan diantara merekaserta banyak persoalan besar lainnya yang justeru dapat mereka selesaikan di atas biduk yang relatif kecil itu. T idak jarang pada saat mereka duduk di atas bidukl kecil dan dalam waktu yang tidak lama itu banhak mereka yang memutuskan sesuatu yang besar dan membulatkan gagasan gagasan besar lainnya. Sungguh biduk sejatinya merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari aktivitas dan pemikiran masyarakat OKU Timur, dan itu pulalah yang menyebabkan kata 'biduk' mereka pentingkan  agar tertulis di lamabang Kabupaten ini.

"Filosofi biduk"  inilah yang membuat masyarakat setempat mampu bekerjasama dan bahu membahu dalam mengupayakan OKU Timur membuat Kabupaten baru, memisahkan diri dari Kabupaten induk
nya, kitapun dapat membayangkan demikian besarnya tenaga dan biaya yang mereka keluarkan secara pribadi. Jelas semangat yang mereka miliki adalah semangat kebersamaan dalam filosofi berbiduk. Dalam berbiduk tentu dia tidak akan membawa barang terlampau berat manakala biduk yang akan digunakan kecil ukurannya. Setelah naik ke atas biduk mereka mempersilakan kepada yang lebih tua untuk memilih di mana mereka ingin duduk. Di atas biduk mereka sangat menjaga unggah ungguhnya, jangankan gerakan gerakan yang dapat membuat prahu oleng yang harus mereka hindari, berfikir kotorpun mereka harus hindari karena tidak jarang bermula dari pikiran yang tak terpuji dan apalagi berbicara tak sopan dan menjijikan, mereka sering mendapat musibah lantaran ulah yang mereka remehkan itu.

Filosofi biduk sungguh telah memberi pelajaran bagi masyarakat OKU Timur  sehingga kehidupan mereka terpola, mereka umumnya adalah pekerja keras, yang terbukti dari kesejahteraan yang nampak kentara walau hanya sekilas kita memandang. Tarok kata PAD relatif rendah tetapi ternyata masyarakatnya sejahtera, ini berarti potensi yang mereka miliki besar, kendatipun masih butuh regulasi. Yang jelas poitensi masyarakat OKI Timur dapat diandalkan karena mereka telah belajar banyak dari "Biduk"






Saturday, February 1, 2014

Mengenal Filosofi Masyarakat Dayak

Adil Katelino* Bacuramin Kasuraga* Basengat Kajubata* Terjemahan bebasnya kira kira adalah sebagai berikut:  " Adil terhadap sesama- Untuk kebahagian (surga) bagi semua, dengan Tuhan sebagai ikutan". Terjemahan dari Bapak Dr. UUN memang tidak demikian, teta[pi itulah hemat saya dalam memahaminya secara keseluruhan, itulah kesimpulan sementara saya stelah sejenak merenungkan salam masyarakat Dayak ini. Dalam pertemuan pertemuan resmi atau setengahj resmi atau pertemuan kelompok kecil sekalipun, 
salam ini selalu disampaikan oleh seseorang sebelum membicarakan sesuatu secara lebih luas, manakala salam ini telah disampaikan maka serentak oprang akan menyampaikan jawabannya, yaitu : Aruuuusss, yang dapat diterjemahkan harus, atau amiiinn, karena seperti lazimnya maka salam masyarakat Dayak ini sejatinya adalah doa.
Relegiusitas masyarakat Dayak menurut Dr. Nanang cukup menonjol, Masyarakat Dayak meyakini bahwa kesenangan dan kesejahteraan (syurga) mutlak harus berdasarkan peraturan atau kebenaran mutlak yang ditetapkan oleh Tuhan (Jubata) inilah setoidaknya sekelumit informasi yang saya terima dari peria kelahiran tanah Priangan yang kini mengabdi untuk kemajuan masyarakat Kalimantan Barat ini.
Salam masyarakat dayak yang terdiri dari tiga pernyataan yaitu "Adil Katelino-Bacuramin Kasuraga-Basengat Kajubata" adalah sebuah filsafat etika. Filsafat etika adalah filsafat yang mengajak atau menjanjikan kesenengan atau kebahagiaan bersama.
Cantiknya Gadis Dayak menggetarkan hati para pemuda, Tidak kurang dari seorang Iwan K, yang juga perantau asal Priangan kecantol Gadis Dayak. Alhamdulillah saya berhasil mempersunting seorang gadis Dayak yang Muslim, kata Iwan bangga. Kini mereka hidup bahgia bersama beberapa orang anak hasil perkawinan mereka.
Bagi Iwan hidup dimanapun adalah sama asalkan didampingi oleh pujaan hati serta anak anak yang mengabdi keoada kedua orang tua, kepada bangsa dan negara serta otomatis kepada Tuhan Allah Swt.

ADIL KATELINO
Kebahagiaan bagi masyarakat dayak manakala setiap seseorang mampu mengekspressikan keadilan bagi sesama. Keadilan ini dilaksanakan baik sesama masyarakat keturunan Dayak ataupun kepada masyarakat pendatang lainnya. Itulah sebabnya keadilan menjadi sesuatu yang niscaya dilaksanakan. Manakala seseorang telah memperlakukan secara adil kepada orang lain maka diyakini orang lainpun akan memperlakukan kita secara adil, itulah sebabnya maka setiap kali ada pertemuan maka ucapkanlah salam keadilan ini sebagai pembuka kata. Adil katelino .... Arus ... !

BACURAMIN KASURAGA
Hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan (syurga),  kebahagiaan itu pada intinya berada pada diri kita semua, yaitu diri yang bahagia, oleh karenanya hidup ini sejatinya harus saling membahagiakan, tidaklah kita melakukan sesuatu selain niat untuk mencari kebahagiaan itu yang dalam waktu bersamaan adalah juga membahagiakan orang lain. Kehidupan ini haruslah bercermin kepada kehidupan di syurga nan membahagiakan. Bacuramin Kasuraga ... Aruuuusss!

BASENGAT KAJUBATA.
Namun demikian manusia ini tidak akan mampu mencapai suatu kebenaran mutlak, melainkan hanya kebenaran relatif belaka, karena manusia juga makhluk yang relatif. Tidaklah mungkin makhluk relatif akan mampu mencapai kebenaran mutlak. Itulah sebabnya maka kebenaran kebenaran yang diciptakan oleh manusia itu harfuslah mengikuti kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan. Basengat Kajubata ... Aruuusss ... !