Thursday, September 27, 2012

Piil Pesenggiri Menurut Udo Z.Karzi.




Tabik,

Dalam beberapa kali tulisan Abang Fachrudin di blog Abang, saya menyimak harapan-harapan Abang tentang pengembangan kebudayaan Lampung, terutama terkait falsafah Piil Pesenggiri dalam tulisan-tulisan saya.

Tapi -- saya mohon maaf -- saya agaknya bukan orang yang tepat untuk memenuhi harapan Abang. Saya relatif memiliki perspektif yang berbeda tentang bagaimana kebudayaan Lampung.

Terkait dengan piil pesenggiri, dengan segala hormat saya ingin katakan, "Saya bukanlah penghayat Piil Pesenggiri." Apalagi seperti yang Abang katakan dalam tulisan di atas: "Nilai nilai Piil Pesenggiri itu sesungguhnya adalah nilai nilai yang akan dikembangkan atas kesepakatan Lampung, Banten, Cirebon dan Demak yang berencana untuk mendiriksn Kesultanan Islam yang modern di Lampung, yang akan menggabungkan karakter Sumatera yang egaliter dengan karakter jawa yang telah teruji memiliki kemampuan mempertahan kekuasaan. Sayang niat mendirikan Kesultanan Islam di lampung gagal akibat berbagai hal tentunya."

Dalam keadaan hal demikian, saya cenderung bersepakat dengan (alm) Firdaus Augustian yang mengatakan, piil pesenggiri sebagai puzzle.

Saya tidak habis pikir kenapa harus menyinggung-nyinggung piil pesenggiri dalam menulis dan berbicara. Kebudayaan Lampung toh saya pikir tidak hanya piil pesenggiri.

Mohon maaf kalau tanggapan saya ini kurang berkenan.

Sunday, September 16, 2012

Kabupaten Tanggamus, Bumi Jejama

Kabupaten tanggamus memilih semboyan "Bumi Jejama". Bumi artinya alam dan jejama artinya bersama, lebih tepatnya milik bersama.Hanya dibedakan denga kata secancanan dengan Kabupaten Pringsewu yang merupakan pecahan dari Tanggamus. Pilihan atas semboyan itu bukan tampa alasan. Daerah yang merupakan wilayah dari kelompok Lampung pesisir yang memanjang dari Putihdoh, Limau dan sekitarnya, menyisir pantai hingga wilayah Kota Agung, berputar melalui Banjarmanis, Talangpadang hingga Sukaratu, adalah merupakan masyarakat yang sangat terbuka. Mereka memberikan tempat bagi pindahan dari lampung Barat dan bahkan daerah Sumatera selatan srta pulau Jawa.


Dahulu komunitas pendatang dari lampung barat umpamanya, adalah menempati daerah Tanggamus ini tidak lepas dari petunjuk dan persetujuan Perwatin setempat, itulah sebabnya pada umumnya pendatang dari lampung Barat menempati daerah Semaka, Way Kerap dan lain sebagainya, mereka menamai desa baru mereka sama dengan nama nama desa asal mereka di lampung Barat, sebagain dari mereka ada bertempat tinggal di Sgihwaras dan sekitarnya, Pagelaran dan Waya Kerui. Sedang pendatang dari Sumatera Selatan memilih lokasi di sekitar Tekad dan Pulau Panggung, sementara pendatang dari Jawa Barat dan Banten lebih cocok untuk tinggal di Kotaagung dan Talangpadang. sementara pendatang dari Jawa Tengah, Timur Yogya dan lain sebagainya lebih memilih menyebar di berbagai daerah yang memungkin untuk usaha bertani, terutama sawah.

Semangat kebersamaan dengan Bumi Jejama yang merupakan bagian dari Piil pesenggiri khususnya nemui nyimah. Dirasakan sangat perlu ditanamkan agar masyarakat yang cukup majemuk ini berpijak dari kesamaan kesamaan yang mereka miliki.

Friday, September 14, 2012

Bandar Lampung, Ragom Gawe.


Ragom Gawe, Ragom artinya bermacam macam, aneka, sedang kata gawe berarti kegiatan atau aktivitas. Semboyan dalam membangun masyarakat dan kota Bandar Lampung ini juga adalah merupakan bagian dari falsafah Piil Pesenggiri, tepatnya adalah "Nemui Nyimah". Nemui berasal dari kata temui yang artinya tamu, dan nyimah yang berasal dari kata simah yang artinya santun. Seseorang baru dapat mewujudkan kesantunannya kepada orang lain manakala aktivitas kesehariannya dapat menghasilkan sesuatu (produktif) yang dibutuhkan oleh orang lain.
Pertigaan Lungsir depan Kantor Pemda Kota Bandar Lampung.

Bandar lampung adalah kota pusat Pemerintahan, kota bandar Lampung adalah kota Pelajar, dan Kota Bandar Lampung adalah kota perniagaan, oleh karenanya dalam keseharian kota Bandar Lampung diwarnai dengan kehirukpikukan aneka ragam pekerjaan dan provesi. Mulai dari aktivitas perkantoran pemerintahan dan swasta, aktivitas siswa dan mahasiswa, serta aktivitas perniagaan dan usaha usaha lainnya. seluruh masyarakat kota bandar lampung, bagitu matahari terbit maka semua serentak bergerak melaksanakan ativitasnya masing masing.
Kantor Pemda Provinsi Lampun di Bandar Lampung.

Sadar akan betapa sibuknya masyarakat kota Bandar Lampung dengan segala aneka aktivitas dan provesi maka selogan Ragom Gawe ditetapkan untuk lebih menyadarkan para aparat Kota Bandar Lampung untuk dapat memfasilitasi segala sesuatunya, terutama kebutuhan publik untuk kelancaran berbagai aktivitas masyarakat.

Memfasilitasi berbagai kebutuhan publik dimaksudkan sebagai upaya mendorong agar setiap seseorang mampu berproduksi melebihi kebutuhan dieinya sehingga juga memiliki kemampuan untuk membantu orang lain, sehingga kebutuhan orang lain juga akan terpenuhi, melalui produksi yang mampu dikeluarkannya.







Kabupaten Pringsewu Lampung, Bumi Jejama Secancanan

Pringsewu sebagai Kabupaten baru, pengembangan dari Kabupaten Tanggamus, sebagai layaknya Kabupaten Yang Lain memiliki selogan, yaitu "Bumi Jejama Secancanan" yang dapat diartikan masyarakat bersama berpegangan tangan. Yang dimaksudkan dengan bumi disini adalah penduduk yang tinggal disuatu tempat atau wilayah tertentu, yaitu Kabupaten Pringsewu. Jejama artinya bersama atau semangat kebersamaan. Sedang secancanan artinya saling berpegangan tangan.

Dari bahasanya sudah tampak bahwa Bumi Jejama secancanan adalah merupakan bagian dari piil pesenggiri secara keseluruhan. Piil pesenggiri yang terdiri dari (1) Nemui Nyimah, (2) Nengah Nyappur, (3) Sakai Sambaian dan (4) Juluk Adek. Maka bumi jejama

secancanan adalah merupakan bagian dari 'Nengah Nyappur'. Nengah mempunyai tiga arti, yaitu kerja keras, berketerampilan dan bersaing atau bertanding. bagaimana cara bekerja keras, berketerampilan dan bersaing atau bertanding itu, antara lain adalah dengan jejama secancanan. Untuk apa itu dilakukan adalah untuk mewujudkab sikap toleransi antar sesama (nyappur)

Sang bumi, secara tegas menunjukkan bahwa masyarakat Lampung menerima realita bahwa bumi ini adalah milik bersama, tiada yang satu diistimewakan dari yang lain. Tidak ada kelompok yang diistimewakan dari kelompokm lainnya. Ingat bahwa slogan Provinsi lampung adalah Sang Bumi Ruwa Jurai. Kini kata sang diganti dengan sai, karena ada kelompok yang tidak lazim menyebut kata sang dalam bahasa sehari hari. Penyebutan bumi bagi daetah Pringsewu menunjukkan bahwa bumi itu tak terpisahkan dari penduduknya. Keanekaragaman penduduk Pringsewsu bukan hambatan bagi masyarakat untuk berkarya, bahkan akan saling menguatkan.

Kata Jejama, akan memperkuat rasa persatuan itu, karena yang satu tidak akan memiliki arti tampa yang lainnya. Jejama artinya bersamaa, kesadaran akan ketidak sanggupan kita untuk melakukan semua pekerjaan sendiri saja. Kita membutuhkan orang lain untuk membantu kita baik langsung maupun tidak langsung. Jangankan dalam masyarakat, dalam keluargapun kita membutuhkan orang lain, seorang suami melaksanakan pekerjaan sesuai dengan provesi yang dipilihnya juga membutuhkan dukungan dan dorongan dari isteri dan anak anaknya, demikian juga sebaliknya.

Adalah merupakan kesadaran dan tekat masyarakat Kabupaten Pringsewu untuk beraktivitas di Kabupaten Pringsewu, menjaga keutuhan serta membangun kebersamaan sehingga dapat melaksanakan segala bentuk aktivitas yang bermanfaat dan dibenarkan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Thursday, September 13, 2012

Piil Pesenggiri Bukan Kirotoboso

Mempertahankan Piil Pesenggirik

Ada teman yang menmpertanyakan "Apa manfaatnya Membahas Piil Pesenggiri" sesuatu yang tak memiliki prospek yang jelas. Jangankan piil pesenggiri, pancasila sebagai dasar negarapun orang tak tertarik membicarakannya lagi. Sebagai salah seorang yang mengikuti proses pelaksanaan dialog kebudayaan yang menghebohkan itu, saya akan paham benar dengan pemikiran teman tadi, apalagi beliau juga hadir dalam dialog itu. Tetapi bagi saya perdebatan itu justeru menarik, karena perdebatan itu muncul ketika piil pesenggiri difahami oleh mereka sebagai adat, kita tahu sendiri dengan pola pemikiran adat. Padahal piil pesenggiri itu sebuah filsafat.

Rumus sebuah filsafat adalah sesuatu yang dilahirkan dari sebuah pemikiran yang bebas, free thinkers, itulah sebabnya maka manakala kita mengmpulkan beberapa orang filosof dan kita mintakan untuk membahas tentyang sesuatu, maka hasilnya bisa sama, bisa berbeda dan bahkan bisa bertentangan. dengan kata lain hampir tak mungkin dapat disatukan. Itu pula sebabnya, ada pihak yang berfikir bahwa berbicara tentang piil pesenggiri hanya mengundang perdebatan yang nyaris tak bermanfaat.

Tak tahan dengan keanekaragaman pendapat dan tafsiran akan piil pesenggiri, Firdaus Agustian yang semula mengaku sebagai pemilik sah piil pesenggiri karena dia telah 'berjuluk dan beradek' belakangan justeru berpendapat bahwa piil pesenggiri itu ibarat fuzzle belaka, sebuah mainan anak. Celakanya pendapat Firdaus Agustian ini banyak diamini oleh anak anak muda, aktivis seni di Lampung yang menginginkan ekspressi bebas dalam berseni, serta melepaskan diri dari kungkungan piil pesenggiri. sekalipun dia membawa nama Lampung, tetapi dia dapat berpindah pindah identitas, sebagai tafsir bebas semangat nasionalistik.

Tetapi ada yang lebih ekstrim, ketika saya bertanya kepada seorang pakar bahasa Lampung, saya katakan Piil pesenggiri yang sebenarnya dari bahasa apa? dengan enteng Ia mengatakan bahwa piil pesenggiri itu ibarat "kirotoboso" dalam bahasa jawa, yang dicontohkannya adalah kata 'Kodok' itu berasal dari kata kata teKO teKO ndoDok. Dengan kata lain piil pesenggiri itu tidak memiliki bobot kademis untuk dibahas, serta tidak memiliki kaitan historis dengan apapun, karena tidak lebih dari sebuah permainan kata kata, yang digatuk gatukkan saja, sehingga pas.

seperti digambarkan dengan gamblang Mus Mulyadi dalam satu lagu Jawa yang berjudul Kirotoboso, yaitu sebagai berikut : Edan tenan cekaan gawe mumet, pikar pikir nang siro tambah komet, simbah mbiyen gawe mung karu ngantuk, ngono ngini - ngini ngono yang gatuk. Cengkir jari kenceng ing pikir, kuping jari kaku jerpiping ..., kirotoboso itu tidak lebih dari permainan kata kata, "mung kiro kiro tapi yo nyoto". Kirotoboso itu pake rumus terbalik, ada dulu baru dibuat sejarahnya. Ada kata "katok" (celana) dulu baru dibuat kronologinya, diangKAT sikil sitTOK siTOK . Tetapi memang buktinya gatuk. Tapi tak dapat dipertanggungjawabkan. Di mata tokoh perempuan yang ditampilkan dalam seminar aksara daerah dan diperkenalkan sebagai pakar bahasa Lampung itu, sepertinya anti filsafat Lampung.

Semula batin saya protes bagaimana mungkin seorang ahli pakar bahasa Lampung dengan titel Doktor, dan bukunya tentang huruf kaganga menjadi acuan bagi guru guru bahasa daerah Lampung, menganggap bahwa falsafah piil pesenggiri itu tidak lebih dari kirotoboso yang sepakat sebagai sesuatu yang tak bisa dipertanggungjawabkan baik dari segi historis maupun segi filosofisnya. Sedangkan guru bahasa Inggris saja selalu memesankan bahwa untuk memahami bahasa Inggris diharuskan memahami falsafhnya. sementara pakar bahasa lampung menikdakkan falsafah bahasa Lampung. Bila racun ini menebar kepada para guru bahasa daerah lampung maka dapat dipastikan 'gagallah kita mengajarkan bahasa Lampung" kepada generasi muda kita. Apalah artinya bahasa dan aksara tampa budaya dan filsafat.

Tetapi saya tidak ingin memfonis tentang sikap seikap seperti ini, walaupun saya meyakini bahwa cara berfikir mereka itu keliru dalam memandang piil pesenggiri, karena tidak memandangnya dari segi filsafat. Kenalilah sekelompok orang dengan budayanya melalui falsafah yang berkembang di komunitas itu.

Dalam menulis sebuah cerpen saja, maka cerita dalam cerpen itu akan menjadi hambar manakala tidak memiliki dasar filosofis yang jelas dalam menuliskan alur ceritanya, tidak aitu kan menarik, karena sang tokoh tidak berkarakter, tidak kan menggambarkan sebuah pergumulan. cerita tampa perumulan adalah cerita hambar, bagi seorang penulis cerpendia harus memahami benar karakter apa dari tokoh tokoh yang yang dimunculkan dalam cerpen itu. Lalu ada permainan kata untuk menjerlaskan akan terjadinya benturan benturan antara gagasan filosofis itu realita yang ada.

Sebuah cerita akan menjadi menarik manakala ada benturan, dan bahkan sebuah hentakan itu sangat penting, dan dalam sebuah lagu merdu yang dinyanyikan secara lembutpun, tampa ada hentakan dalam lagi itu, maka lagu itu tak akan menjadi meraik, sebuah lagu akan memukau manakala ada terdapat hentakan. Kita sepakat mengatakan bahwa suara Siti Nurhaliza tergolong lembut dan merdu, tetapi perhatikanlah bahwa selalu ada hentakan dalam lagu lagunya, sehingga kita tertarik mendengarnya. Dunia filsafat tidak pernah sunyi dari berbagai hentakan itu.

ketika kita bicara budaya Lampung dengan menidakkan piil pesenggiri, maka dalam waktu bersamaan kita telah berpindah ke filsafat yang lain. Ketika itu yang terjadi maka kita akan mengalami kehilangan atau setidaknya pendangkalan identitas. semakin banyak orang bicara tentang budaya Lampung terlepas dari kontek falsafah yang berkembang di lampung, maka berarti kita sedang kehilangan identitas kelampungan dalam bahasan kita itu. Seperti kita mahir berbahasa Inggris tetapi tidak memiliki kepahaman akan falsafah Inggris, maka kita tidak akan nampak seperti orang yang paham Inggris. ketika para siswa diajarkan bahasa Lampung yang juga minus filsafat lampung, maka mata pelajaran bahasa lampung itu tidak memiliki makna. itu pula sebabnya pelajaran bahasa Lampung tiba tiba berubah menjadi sekedar pelajaran aksara Lampung, yang minus makna lantaran menidakkan filsafat Lampung. Akankah ini kita biarkan berlanjut.camkan itu.