Thursday, September 21, 2017

SASTRA LAMPUNG BUTUH ARUSUTAMA











Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tahun 2004 yang lalu telah berhasil mempertemukan dua arus sastra Lampung, yaitu arus tradisi dan arus modern. Sayang keberhasilan mempertemukan dua ruas itu  seperti tidak dilengkapi drengan target untuk menciptakan arusutamanya. Seperti disebutkan dalam pengantar dari pihak Pemerintah yang menegaskan bahwa pertemuan itu adalah pertemuan dua arus yang diikuti sastrawan agar tidak terjadi konfrontasi dengan saling meninggalkjan, tetapi diharapkan justeru saling memperkuat. Sayangnya pertemuan itu nampaknya kurang konstruktif. Masing masing arus nampaknya berusaha berjalan sederas derasnya justeru di lokasi pertemuan, tetapi sekaligus juga berakhir dengan kekuatan dua rus sendiri sendiri dengan iramanya masing masing.

Hal itu nampaknya adalah kelalaian pihak penyelenggara dalam hal ini Pemerintah bersama pihak pihak yang dimitrai karena mereka tidak memiliki sedikit keberanian untuk mendapatkan kritik, memang mereka tidak mendapatkan protes apapun, karena nyaris tak berbuat kesalahan,,tetapi dalam waktu yang bersamaan sepi juga dari acungan jempol. Setidaknya para penulis  baik arus tradisi maupun modrn tak memiliki tuntunan akan akan apa yang harus mereka lakukan dalam memfungsikan arusutama sastra Lampung.

Kalau saja dahulu dapat berbagi dengan seseorang ahli dalam bidangnya untuk  membaca dan menuliskan catatannya terkait naskah nasah yang terkumpul dalam pertemuan dua arus ini maka  para penulis itu akan melaklukan evaluasi diri. Dalam hal ini tentu harus dicari benar benar seseorang yang bersedia membaca secara teliti naskah naskah itu sedetil mungkin, sehingga  apa yang diuraikannya  benar benar sesuai kenyataan.

Dan dalam waktu yang bersamaan yang bersangkutan memahami budaya Lampung, utama nilai nilai budaya yang selama ini  dijunjung oleh komunitas pendukung budaya Lampung. Sehingga memiliki  mission jelas dalam menulis sebuah naskah. Para penulis menjadi tahu sekarang membicarakan apa, dan yang akan datang selanjjutnya akan menuliskan apalagi, dan seterusnya.

Thursday, September 14, 2017

PIIL PESENNGIRI SENYAP DALAM GELEGAR PERTEMUAN DUA ARUS


DAN GAGAL MENCIPTAKAN ARUSUTAMANYA



</


Walaupun agak akhir, akhir saya juga menerima hasil cetakan sebuah buku yang dicetak oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung buku berjudul Pertemuan Dua Arus terbitan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung kerjasama dengan Jung Fundation tahun 2004, nampaknya penerbitan buku itu didukung oleh APBD tahun 2004. setebal 79 halaman (XII)  Buku ini menampilkan sejumlah karya tertulis dari sastra tutur (tradisi) hingga sastro modern. Sehingga buku itu diberikan judul dengan "Pertemuan Dua Arus"

Ditampilkan sepuluh arus tradisi yang diwakili oleh  M.Abas St. Ulangan dan kawan kawan, sementara Arus modern diwakili oleh Isbedy Stiawan ZS dan kawan kawan. Selengkapnya Kelompok tradisi terdiri dari Achmad Glr. Paksi Marga, A. Roni Gelar Ratu Anggun, Azhari Kadir, Husni Thamrin, Johan Glr Ratu Bahagia, Masnuna, M. Abas St. Ulangan, Riagus Ria Raden Trustinggal, Suntan Duwani, Udo Z. Karzi.  Sedang Aris Modern selengkapnya terdiri dari  Achmad Yulden Erwin, Ari Pahala Hutabarat, Budi P. Hatees, Edi Samudra Kertagama, Isbedy Stiawan ZS, Jimmy Maruli Alfian, Sugandhi Putra, Assroeddin Malik Zulkarnain, Diah Indra Mertawirana, Iswadi Pratama, Editor Christian Heru Cahya Saputra dan Syaiful Irba Tampaka.

Saya ingat dahulu ketika buku ini saya terima maka saya baca daftar isinya, serta judul judulnya, sejenak saya baca saya menangkap gemuruh nya suara yang mencoba menjanjikan pertemuan dua arus ini memiliki kemampuan membentuk arus utamanya Sastra Lampung, badanku terasa hangar menggelora, tetapi itu tidak berlangsung lama, hanya sekejap, harapanpun redup seketika, ketika Piil Pesenggiri nyaris tak disebut dalam buku itu. Saya berfikir bagaimana mungkin Piil Pesenggiri bisa tak disebut jika memang selama itu otak diperas untuk bicara soal Lampung,bagaimana mungkin sistem pemikirannya tak tersentuh, jangankan mendapatkan bahasan yang setimpat, disebutpun hampir hampir tidak.

INTI STUDY BAHASA LAMPUNG ADALAH PIIL PESENGGIRI

Untuk apa kita belajar bahasa Lampung, adalah untuk mengetahui pemikiran filsafatnya, secara kebetulan falsafah Lampung itu telah terumuskan dalam falsafah Piil Pesenggiri. Jadi belajar bahasa Lampung dijamin tidak akan meraba raba ke mana arah pembelajarannya. Karena semestinya arah pembelajaran bahasa Lampung adalah untuk memahami pemikirannya yang utuh, dan pemikiran yang utuh itu adalah terumuskan dalam falsafah Piil Pesenggiri.

Pembelajaran bahasa Lampung dalam praktiknya ternyata hanya belajar aksara, bukan belajar bahasa, dan hasilnya juga banyak siswa yang demikian terampilnya menuliskan aksara Lampung, tetapi karena mereka tidak terlalu diarahkan untuk belajar bahasa Lampung, sehingga pembelajaran falsafah Lampung nampaknya juga ikut terabaikan.

Pembelajaran bahasa Lampung intinya adalah pembelajaran falsafah Lampung Piil Pesenggiri. Sebagaimana kita ketahui bahwa falsafah Piil Pesenggiri yang artinya Prinsip Persaingan  Bersaing atau Perlombaan yang terdiri dari (1) Nemui nyimah yang operasionalnya produktif, (2) Nengah Nyappur yang operasionalnya Kompetitif, (3) Sakai Sambayan yang operasionalnya Kooperatif, serta (4) Juluk Adek  yang operasionalnya Inovatif. Nemui nyimah terdiri dari dua kata, yaitu nemui yang artinya bertamu atau pertemuan dan nyimah atau simah yang artinya santun. Nengah nyappur terdiri dari dua kata nengah artinya kerja keras atau bertanding dan nyappur artinya toleransi. Sakai sambaian terdiri dari dua kata, yaitu sakai artinya terbuka dan sambay yang artinya asuh. Juluk adek terdiri dari juluk yang artinya nama yang diberikan kepada seseorang pada masa remaja dan aedek atau adok yang diberikan pada saat sukses (dewasa) Nama batu berdasarkan prestasi baru.

Piil Pesenggiri itu ada yang melekat pada penuturan penuturan, ada pada naskah kuno, ada pada kata kata bijak, ada pada karya seni seperti pantun segata, wayak adi adi, pisaan dan sebagainya, ada pada cerita, ada pada legenda serta ada pula yang berbagai ornamen ornamen. Kesemua sumber itu memenag harus diteliti dahulu oleh para akademisi, dan hasil penelitian itu juga harus sampai pada akar pemikiran yang disebut dengan Piil Pesenggiri, semangat untuk produktif, kompetitif, koo[peratif dan inovatif.

Falsafah Lampung itu sesuatu yang tak terlampau perlu diperdebatkan, tetapi yang paling penting adalah diperkaya, sebuh pemikiran filosofis itu pada umumnya boleh boleh saja akan ditemukan pemikiran yang lain serta seolah bertentangan. Sumber pertentangan itu adalah karena dahlu Lampung hanya mengenal piil pelaka, dimana disebutkan piilnya seorang laki laki adalah tergantung kepada harta dan perempuan, piilnya perempuan adalah tergantung pada uang dan perhiasan, piil anak laki laki adalah dalam sikap dan perkataan, dan piilny seorang anak perempuan atau gadis adalah tatakerama dan sopan santun.

Pada masa Islam Piil ini Berkembang menjadi Piil Pesenggiri, besar kemungkinan kata pesenggiri itu pengaruh dari semangat fastabiqul khoiroot dalam alquran, yang artinya berlomba dalam kebaikan, itulah piil pesenggiri setelah bersentuhan dengan Islam. yang intinya adalah semangat untuk produktif, semangat untuk kompetitif, semangat untuk koperatif dan semangat berinovatif, itulah falsafah Piil Pesenggiri yang harus dijelaskan dalam  belajar bahasa Lampung.

Saturday, September 9, 2017

ASIMILASI BUDAYA DENGAN PIIL PESENGGIRI


PANGERAN Edwardsyah Perenong melaksanakan Angkon Muari bersama masyarakat Tionghowa, itu terjadi pada tahun 2015 yang lalu, disaat saat hubungan antara masyarakat Tionghowa di Indonesia tak dapat dibilang baik. Tidak kondusif, suasana itu terpicu oleh kemampuan ekonomi yangantara priumi dan masyarakat Tionghowa benar benar njomplang kicut (lampung) ditambah lagi upaya kelompok ini untuk merebut kekuasaan melalui tokohnya Ahok ditambah lagi kelak ketahuan bahwa Ahok diputuskan sebagai tokoh yang telah menista agama. Pada saat situasi seperti itu Pangeran Edwardsyag Perenong Membina Persaudaraan, tetantu disikapi beragam.

Sebagai pewaris tahta salah satu Kebuwayan Di Paksi Pak Sekala Brak tampa ada penjelasan yang memadai serta terlihatnya aktivitas yang sama sama menguntungkan maka apa yang dilakukan oleh Pimpinan Kepaksian ini akan dipastikan selalu dalam simpangsiur pendapat yang kontroversi. Apa yang dilakukan tidak begitu saja bisa disalahkan, walaupun bisa saja manakala tidak terkelola dengan baik, belakangan akan dirasakan sebagai sesuatu yang kurang tepat. Maka sebaiknya memang warha komunitas ini, terutama para kelompok intelektualnya dapat memberikan partisipasi secara positif, demi keutuhan dan kemajuan bersama. Tetapi tulisan ini akan dibatasi terkait masalah Piil Pesenggiri, sesuai dengan peruntukan untuk apa Blog ini saya terbutkan.

Memang dirasakan bahwa Pemerintah selama ini lebih berorientasi kepada kekuasaan di banding kesejehteraan masyarakat yang sebenarnya. segala sesuatuinya banyak dilakukan hanya polesan pencitraan yang sebenarnya adalah untuk memperkuat kekuasaan yang dimilikinya, sehingga apayang dilakukan selalu hanya bersifat politis belaka. Sehingga hampir hampir dapat dipastikan bahwa terjadinya asimilasi antara pribumi dan dengan komunitas pendatang Cina tidak disentuh oleh pemerintah secara cerdas.akibatnya adalan njompolang kicut seperti tersebut di atas, tak ada keseimbangan. Dijadikan warga istimewa oleh Pemerintah Kolonial Belanda, diberikan kesempat luar untuk berbisnis oleh Presiden Soeharto, keluguan Presiden Megawaty Soekanoputri  dan bermain mata secara nyata oleh Presiden Jokowi, ini semua sedang memupuk kecemburuan yang semakin tak bertepi. Sejumlah Presiden RI ganti berganti memberuikan kesempatan kepada kelompok minoritas ini sehingga mengakibatkan mereka memiliki jau terbang jauh lebih baikl dalam bidang ekonomi dibanding pribumi asli.