Monday, August 15, 2016

Bukan Hanya Soekarno dan Jokowi, Suharto Juga Dekat Dengan China.

BOLEH BOLEH SAJA DEMI UNTUK MENCAPAI CITA CITA BANGSA.

Kita sering mempertanyakan sikap Jokowi yang nampaknya cenderung pro China. terkadang kita lupa padahal dahulu Soekarno dan Soeharto memiliki kedekatanm dengan China, tetapi kedekatan mereka mengalami persamaan dan perbedaan sesuai dengan periodenya. Dahlu Soekarno akrab dengan China adalah dalam rangka menunjukkan kecemerlangan ijtihadnya bahwa Indonesia akan menjadi makmur manakala berhasil mempersandingkan kelompok Nasionalis, Agamis dan Komunis, bukan hanya bersifat regional atau lokal tetapi juga dalam kancah Internasional, maka Soekarno berusaha membentuk komunikasi antara Indonesia - China dan Uni Sovyet. Sayang PKI dan China nampaknya bermain mata untuk merebut kekuasaan, maka dengan dibubarkannya PKI hubungan dengan Chinapun menjadi renggang, teori teori Soekarno menjadi berantakan.

Presiden Soeharto juga berakrab dengan China tetapi beliau membedakan dengan Partai Komunis China, dan Soeharto sangat anti Komunis. Setelah merapat dan renggang hubjungan Presiden Soeharto dengan IGGI dan pelanjutnya IMF ujung ujungnya Soeharto merapat juga ke pemborong asal China yang secara kelompok tetapi bukan Pemerintahan China dan Komunis, seolah mereka itu perorangan.Muncul sejumlahnama orang orang kaya asal China di Indonesia. Tetapi orang orang asal China pada era Soeharto berusaha tampail se-Indonesia mungkin.

Sedang pada masa Jokowi sejak awal nampaknya benar benar pro China dan sekaligus pro Komunis, setidaknya Jokowi secara transparan merapat baik ke Pemerintahan China maupun kepada Komunis China sebagai satu satunya Partai Penguasa di China. Tentua masing masing Soekarno, Soaharto dan Jokowi memiliki maksud serta target tertentu dengan China.

Etnis China Gigih Mempertahankan Bahasa Dan Filsafatnya.

Di awal bulan Juli 2016, ketika itu saya membeli sebuah lampu belajar atau lampu duduk, saya dilayani anak pemilik toko yang melihat form wajahnya antara ayah, ibu dan anak, saya yakin mereka adalah dari kelompok minoritas pendatang asal China yang sekarang lebih suka disebut Tiongkok, sampai pada suatu sat mereka bertiga harus membicarakan sesuatu yang nampaknya saya tidak boleh tahu apa maksudnya, kemungkinan bicara masalah harga, terkait pertanyan saya yang belum dijawab oleh si anak yang melayani saya.

Si anaklah yang menyampaikan sesuatu dalam bahasa mandarin yang lalu di jawab oleh ibunya dan kemudian sang ayahpun menyampaikan sesuatu, baru sia anak memberitahukan kepada saya prihal harga yang saya tanyakan tadi.
Kamu lancar bahasa mandari .... ? Tanya saya kepada si anak
Yah ...lumaian ! .... kata sianak tidak canggung
Kursus ....? Tanya saya lagi ingin tahu
Enggak .... ! Kata sianak mantab
Bisa ..... ? Kata saya seperti tak percaya.
Kan bahasa Ibu.... ! Kata si anak seperti meyakinkan.
Jadi belajar dari orang tua ... ? Tanya saya lagi
Iya .... ! seerrag sianak seperti ingin meyakinkan.
Selain belajar bahasa ... belajar apa lagi ? tanya saya sambil menyodorkan uang pecahan 100 ribu rupiah.
Belajar Adat Istiadat  ..... ! Kata sianak sambil memberikan pengembalian kepada saya.
Di sepanjang jalan pulang pikiran saya berkecamuk.