DAN GAGAL MENCIPTAKAN ARUSUTAMANYA
Walaupun agak akhir, akhir saya juga menerima hasil cetakan sebuah buku yang dicetak oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung buku berjudul Pertemuan Dua Arus terbitan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung kerjasama dengan Jung Fundation tahun 2004, nampaknya penerbitan buku itu didukung oleh APBD tahun 2004. setebal 79 halaman (XII) Buku ini menampilkan sejumlah karya tertulis dari sastra tutur (tradisi) hingga sastro modern. Sehingga buku itu diberikan judul dengan "Pertemuan Dua Arus"
Ditampilkan sepuluh arus tradisi yang diwakili oleh M.Abas St. Ulangan dan kawan kawan, sementara Arus modern diwakili oleh Isbedy Stiawan ZS dan kawan kawan. Selengkapnya Kelompok tradisi terdiri dari Achmad Glr. Paksi Marga, A. Roni Gelar Ratu Anggun, Azhari Kadir, Husni Thamrin, Johan Glr Ratu Bahagia, Masnuna, M. Abas St. Ulangan, Riagus Ria Raden Trustinggal, Suntan Duwani, Udo Z. Karzi. Sedang Aris Modern selengkapnya terdiri dari Achmad Yulden Erwin, Ari Pahala Hutabarat, Budi P. Hatees, Edi Samudra Kertagama, Isbedy Stiawan ZS, Jimmy Maruli Alfian, Sugandhi Putra, Assroeddin Malik Zulkarnain, Diah Indra Mertawirana, Iswadi Pratama, Editor Christian Heru Cahya Saputra dan Syaiful Irba Tampaka.
Saya ingat dahulu ketika buku ini saya terima maka saya baca daftar isinya, serta judul judulnya, sejenak saya baca saya menangkap gemuruh nya suara yang mencoba menjanjikan pertemuan dua arus ini memiliki kemampuan membentuk arus utamanya Sastra Lampung, badanku terasa hangar menggelora, tetapi itu tidak berlangsung lama, hanya sekejap, harapanpun redup seketika, ketika Piil Pesenggiri nyaris tak disebut dalam buku itu. Saya berfikir bagaimana mungkin Piil Pesenggiri bisa tak disebut jika memang selama itu otak diperas untuk bicara soal Lampung,bagaimana mungkin sistem pemikirannya tak tersentuh, jangankan mendapatkan bahasan yang setimpat, disebutpun hampir hampir tidak.
Lama kekecewaan ini saya pendam dan kubur dalam dalam, tetapi ternyata muncul kembali pada saat muncul sejumlah orang yang kekeh, ingin membuka Prodi bahasa Lampung di Universitas Lampung. Ada persyaratan yang mungkin tak mudah tercapai, yaitu kehadiran Guru Besar yang menulis tentang Bahasa Lampung baik pada disertasinya maupun pidato pengukuhan Profesornya. Bukankah demikian banyaknya aspek dalam bahasa Lampung, dan aspek yang paling umum adalah aspek falsafahnya. Piil Pesenggiri itu akan lebih kaya informasi manakala dijelas dengan bahasa Lampung.
Pertemuan dua arus besar tak mampu menciptakan arusutama yang sangat dibutuhkan, sehingga bagi arus tradisi tak jua merasa perlu melancarkan arusutama, demikian juga arus modern yang namlaknya selih asyik dengan arus kemoderannanya, sehingga gagal menjadikan arusutama yang memodernkan budaya Lampung, Kegagalan ini setidaknya ada dua, pertama tidak mengarahkan para penulis baik arus tradisimaupun modern untuk berbicara banyak tentang sitem pemikiran falsafah yang sejatinya harus berkembang di Lampung. Sehingga naskah yang terkumpul menjadi bias. Yang kedua tidak memberikan peluang bagi editor untuk merajut kesimpangsiuran karya yang terkumpul untuk menuju suatu titik yang ingin dicapai.
Sebenarnya falsafah piil pesenggiri sedianya disosialisasikan oleh para penyimbang adat itu adalah ketika dilaksanakan berbagai upacara tradisional daur hidup, baikdalam pidatu maupun hal hal yang menyertai sebagai perlengkapan diselenggarakannya upacra itu. Sejatinya semua merujuk kepada pemikiran dan pemikiran itu terangkum dalam piil pesenggiri yang sejati terserak diberbagai media. Kalau seandainya Edutor naskah tersebut diberikan ruang yang luas untuk memberikan informasi, maka editorlah sebenarnya yang tidak dituntut kaidah kaidah puitis dalam naskahnya. sehingga bisa lincah dalam memperjelas gagasan, baik yang tertulis dalam materi yang terhimpun ataupun yang terlupakan oleh para menulis. Untuk apa sibuk sibuk mempertemukan dua arus bila sama sekali tidak mengajak bersama membentuk arus utamanya. Arus utamanya adalah Piil Pesenggiri.
Tabik Puuunnn ... #
No comments:
Post a Comment