Tuesday, July 3, 2012

Pristiwa Dialog Kebudayaan Lampung 1988

-
Pidato Budayawan Rosihan Anwar dalam Aacara penutupan Dialog Kebudayaan Kanwil Depdikbud Lampung taun 1988 mengatakan : " Akan saya sampaikan kepada bapak menteri bahwa di Lampung masih menyisakan persolan, persoalan itu bernama Piil Pesenggiri " Ucapan itu bagi saya bagaikan sambaran petir. Sejak tahun terakhir sosialisasi piil pesenggiri telah dilakukan di lingkungan para Penilik Kebudayaan. Piil pesenggiri sebagai falsaf daerah yang sangat bermutu.

Tetapi rosihan Anwar tidak salah bila berbicara demikian, Ia melihat sendiri bagaimana peserta dialog kebudayaan terbagi setidaknya tiga bagian. Ada (1) peserta yang merasa sebagai orang Lampung karena ia memiliki gelar atau adek/adok, (2) ada orang Lampung yang tidak boleh mengaku sebagai orang lampung karena tidak memiliki gelar, karena adat mereka tidak membenarkan mereka menyandang gelar, dan ada (3) peserta yang sebenarnya adalah orang pendatang yang mereka diajak ikut acara dialog kebudayaan karena merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Lampung secara keseluruhan. Dialog menjadi hiruk pikuk karena ada dua warning yang muncul " Jangan mengaku sebagai orang Lampung bila bejuluik tidak dan beradekpun tidak" yang lainnya "Jangan dikira gampang menjadi orang Lampung". Pantas bila piil pesenggiri di mata Rosihan adalah sebagai masalah.

Pengkal kekisruhan adalah ketika dari flor ada yang berteriak mengatakan "Tidak usah mengaku ngaku sebagai orang Lampung bila bejuluk tidak dan beadekpun tidak". Semnetara ada juga narasumber yang mengatakan "Jangan dikira gampang menjadi orang Lampung". Si-empunya kata nampaknya tidak menyimak pidato pidato pembukaan, bahwa pertemuan dialog kebudayaan itu bermaksud untuk lebih memperekat hubujngan masyarakat yang majemuk ini.


Perdebatan itu juga muncul karena para narasumber lebih menampilkan piil pesenggiri dalam perspektif adat. Ketika kita berbicara adat, maka akan muncul kelompok yang relatif tertutup, dalam artian memang tidak gampang orang luar akan bergabung dalam adat itu. Ketika membicarakan kreteria maka yang muncul adalah kreteria yang dikehendaki adat.

Ada kelompok tertentu yang memang tidak mungkin akan memiliki gelar atau adek/adok. Ada komunitas masyarakat Lampung berdasarkan adat yang ada, tidak memberikan peluang kepada kelompok tertentu untuk memiliki gelar gelar keadatan, komunitas yang satu ini sangat menjaga keaslian darah. Tetapi didak bagi komunitas yang lain, yang memliki keterbukaan untuk setiap saat meningkatkan statusnya dalam dunia adat, meningkatkan statusnya dalam adat.

Perdebatan itu muncul lagi pada sesi terakhir dalam dialog itu, dan dialog itu ditutup secara paksa karena ketiadaan waktu. Tokoh yang akan menutupnya telah lama menunggu dan menyimak jalannya dialog yang berlangsung kisruh dan nyaris tak terkendali. Secara berulang-ulang dua buah mikrofon yang disediakan panitia digunakan oleh peserta secara bersamaan, kita dapat membayangkan betapa bisingnya. Dan wajar bila Rosihan Anwar berbicara seperti itu.


1 comment: