Tuesday, July 3, 2012

Menghargai Tokoh Adat.

-
Pasca penetapan UU Pemerintahan Pedesaan orang mulai berpaling dari tokoh lembaga adat setempat, kalau dahulu mereka sangat berperan dalam berkomunikasi antara masyarakat dengan Pemerintah, maka kini peran itu banyak diambil alih oleh Lurah, Kepala Desa (Kades) atau kepala Pekon. Otomatis komunikasi antara pemerintah dan lembaga adat setempat semakin langka. Tokoh tokoh adat dimata Pemerintah semakin tak populer. Bahkan sekarang pemerintah cenderung membentuk lembaga adat buatan.

Namun demikian bukan berarti pengaruh tokoh tokoh lembaga adat itu sirna sesirnanya lembaga adat dari mata Pemerintah. Pemerintah boleh boleh saja menganggap tokoh adat itu tidak ada kecuali tokoh adat yang telah dibentuk dan dibiayai operasionalnya itu, tetapi tidak demikian dimata anggota lembaga adat. bagi anggota lembaga adat pimpinan adat yang syah adalah tokoh lembaga adat yang asli. Jangan heran bila ada tokoh lembaga adat buatan yang terpaksa merunduk runduk kepada tokoh lembaga adat yang asli meminta maaf atas keberadaannya sebagai tokoh lembaga adat buatan Pemerintah.

Bisa bisa saja pemerintah membentuk lembaga adat buatan mulai dari gtingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota, Hingga Tingkat kecamatan bahkan Tingkat Kampung atau desa. Tunjuk mereka yang bergelar S1, 2 ataupun 3, piloh mereka yang kaya kaya dan sejahtera dari segi ekonomi. tetapi bila maksudnya adalah untuk mengambil alih hak para tokoh lembaga adat yang aslinya, maka yakinlah kemanfaatannya sangatlah minim, dan bahkan salah salah justeru akan melahirkan konflik konflik baru.

Sepengapengetahuan saya dahulu Pemerintah Daerah Provinsi Lampung memang memprogramkan pemberdayaan lembaga adat, setidaknya itu termasuk dalam visi dan misi Instansi pembina Kebudayaan. Tetapi sepertinya itu tidak pernah dilaksanakan, dan bahkan belakangan kita dikejutkan oleh terbentuknya lembaga adat yang baru. kalau seandainya lembaga ini merupakan forum komunikasi antar lembaga lembaga adat yang ada itu justeru sangat masuk akal.

Tetapi dengan terbentuklnya lembaga adat buatan, maka tokmoh lembaga adat yang asli akan semakin tersingkirkan. Dengan tidak berdayanya tokoh lembaga adat yang asli kita semua akan mendapatkan kerugian karena telah kehilangan peluang pemanfaatan ikatan antara kepemimpinan tokoh adat dengan komunitas yangh dipimpinnya.

Seharusnya justeru kita memberikan peluang dan memfasilitasi peran pimpinan lembaga adat untuk melakukan upaya peningkatan kesejahteraan masing masing mereka. sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat pendidikan akar rtumput bangsa kita yang masih SLTP ke bawah, dan sebagian besar mereka itu adalah merupakan komunitas adat.

Pimpinan tokoh adat bagi komunitas pada lembaga adat adalah merupakan tokoh yang sangat dihormati, apalagi mereka memang terkait kekerabatan yang sangat kental, hubungan yang demikian itu sebenarnya sebuah potensi besar untuk melakukan upaya peningkatan wawsan bagi komunitas bersangkutan.

Hendaklah kita ingat bahwa dalam suatu mata rantai, maka mata rantai yang harus kita pertimbangkan terlebih dahulu, tentu saja mata rantai yang paling lemah, karena mata rantai yang paling lemah itulah yang akan mendatangkan malapetaka yang sebelumnya tak pernah kita sangka sangka.

No comments:

Post a Comment