Friday, August 18, 2017
PIIL PESENGGIRI DALAM SUDUT KEHIDUPAN
PIIL PESENGGIRI DALAM BERAKTIVITAS SENI
Negara Yunani yang dahulu ditempati sejumlah manusia dewa yang mampu melahirkan berbagai macam aliran Filsafat dan banyak dikutip oleh para ilmuan dunia, kini jatuh miskin dan nyaris hina. Karena mereka hanya berfilsafat. Demikian juga Lampung yang memiliki Falsafah Piil Pesenggiri tidak akan banyak artinya manakala hanya disebut sebut, atau diperdebatkan, dan apalagi dijadikan bahan keributan antar sesama. Piil Pesenggiri akan bermakna manakala dilaksanakan dalam berbagai aspek yang memungkinkan. Tulisan ini bukan menunjukkan bahwa saya telah berhasil melaksanakannya, tetapi ini adalah sebuah renungan.
Benar !. Orang yang mengatakan bahwa kehidupan ini akan terasa lebih indah manakala ditampilkan dalam bentuk oskestra yang padu. Setidaknya ini saya buktikan setelah saya berusaha memahirkan diri bermain harmonika yang saya lakukan sejak tahun 2015 yang lalu. Hasilnya nihil, dan sedikit memiliki arti setelah mempraktek falsafah piil pesenggiri dalam bermusik. Sehingga saya berkesimpulan bahwa sejatinya Piil Pesenggiri Itu adalah Sebuah Keniscayaan. Gunakanlah falsafah piil pesenggiri manakala mau mendapatkan kemajuan yang berarti, dalam kolaborasi sebuah kehidupan, untuk menuju puncak.
Sekedar klearence harus saya sampaikan bahwa saya bermain harmonika sekedar untuk menghalangi kepikunan yang mulai menggejala, bukan untuk prestasi tertentu. Dan cerita ini sekedar untuk berbagi.
Prinsip Dalam Kehidupan
Bahwa tidak mudah bermain harmonika, kita harus memiliki semangat, semangat itu kita jadikan sebuah prinsip dalam kehidupan, karena kehidupan itu akan tersangkut sejauh mana memiliki arti atau nilai. Hidup ini akan berarti manakala kita memiliki semangat dalam mengarunginya, dan semangat itu sendiri akan bermakna manakala kita tahu ke mana arah yang dituju. Ibarat main bola kaki kita akan kehilangan makna bila ikut bermain bola kaki tetapi kita tak tahu mana kawan dan mana lawan. serta gawang mana yang akan diserang. Bila itu semua kita pahami maka kita menjadi paham apa yang harus kita lakukan dan apa pula final goalnya. Prinsip itu dalam budaya Lampung kita kenal dengan piil.
Ketika kita paham benar apa yang harus dilakukan dalam rangka apa dan apa pula tujuan akhirnya. Maka pada saat juga kita memahami pentingnya sebuah persaingan atau perlombaan untukmempersembahkan sesatu yang lebih berarti Dalam budaya Lampung disebut pesenggiri, kata pesenggiri itu adalah pengaruh dari Islam fastibikul khoiroot (berlomba dalam kebaikan). Sehinga Piil pesengiri adalah prinsip untuk mampu memberikan sesuatu yang terbaik untuk bersama. itulah piil pesenggiri, dan semangat itu juga ternyata dibutuhkan dalam bermusik.
Harus Produktif.
Dalam bermain musik kita harus menggunakan falsafah nemui nyimah, harus memiliki kemampuan menyajikan sesuatu, jelas dalam hal kesenian maka kemampuan kita menyajikan karya seni itu adalah sebagai hasil dari upaya belajar dan berlatih. Belajar karena mendalami selukbeluk terkait alat instrumen yang akan digunakan dalam membuat produk kesenian. Sedang berlatih adalah dalam rangka meningkatkan keterampilan. Pemahaman (belajar) dan keterampilan (berlati) akan meningkatkan kualitas produksi. Dalam budaya Lampung khususnya dalam falsafah Lampung dikenal istilah Nemui Nyimah. Kemampuan berinteraksi dengan produksi.
Dalam dunia zseni saya ingin membagi seniman itu menjadi pencipta dan ada pekarya. Dalam dunia seni saya belum pencipta tetapi saya baru muali coba coba untuk berkarya seni, dan seni yang dalami yang baru saya mulai tahun 2015 (April) adalah seni harmonika, dan bila seni yang saya karyakan itu baru tahap tiru tiru, itu artinya saya baru mencoba coba berkarya dalam bidang seni. Saya masih jauh perjalanannya menuju status pencipta.
Yang ingin saya katakan adalah bahwa dalam falsafah Piil Pesenggiri bahwa seseorang itu baru dianggap eksis adalah ketika seseorang telah memiliki kemampuan mencipta yang setidak tidaknya berkarya. Pencipta akan jauh lebih muliya dibanding pencipta. Dan dengan bermodalkan kemampuan mencipta dan atau berkarya. Dan dengan kemampuannya itu ia memiliki bahan untuk beriteraksi. yang dalam bahasa falsafah Lampung disebut Nemui Nyimah. Nemui artinya bertamu atau menerima tamu, sedang nyimah artinya santun. seseorang baru dikatakan layak manakala sudah mampu berinteraksi atau berkomunikasi, yang dengan komunikasi itu seseorang harus mampu bicara dengan hasil cipta dan hasil karya. Seseorang tidak bisa disebut sebagai seniman, manakala seseorang tak memiliki kemampuan dan hasil cipta seni, maupun setidaknya minimal karya seni. Dengan cipta dan karya itu seseorang, dalam falsafah Lampung baru dianggap eksis, seseorang dianggap eksis manakala seseorang telah produktif.
Harus Kompetitif.
Dalam dunia seni maka sebuah karya itu akan kurang maknanya manakala hasil cipta dan karya seni itu tidak memiliki bobot menyaingi atau menyamai bahkan melebihi. Dalam falsafah Lampung Piil Pesenggiri ada salah satu unsurnya, yang disebut Nengah Nyappur. Salah satu arti dari kata nengah yaitu bertanding. Dalam bertanding biasanya adalah dalam rangka mencari siapa yang tercepat, siapa terbanyak, siapa terkuat, siapa terbanyak dan siapa terbaik, terindah, termerdu dan sebagainya. Itulah sebabnya kata nengah juga dipakai ketika kita sedang kerja diladang, atau melaut, kerja disawah, dan juga ketika terjun ke gelanggang pertandingan.
Kata negnah dalam Piil Pesenggiri yang artinya persaingan, disandingkan dengan kata nyappur yang artinya toleransi. Ini persandingan yang luar biasa cerdasnya. Kecerdasan yang benar benar saya ketemukan ketika saya memainkan instrumen harmonika, saya memang disatu pihak harua memainkan peran harmonika secerdas mungkin bahkan bila perlu saya bisa memainkan instrumen ini hingga mirip alunan biola itu good, orang akan terkagumkagum ketika harmonika saya mampu mengecoh pendengar sehingga mengira itu adalah alunan biolakarena mendayu dayu. Tetapi itu tak akan mungkin bisa saya lakukan sesempurna mungkin karena memang harmonika dan biola sebaik apapun tak akan mungkin mampu memeran sebuah konser secara sempurna.
Di dalam dunia seni musik sebuah kompetisi itu adalah mengurangi seminimal mungkin kekeliruan yang diperbuat, meminimalisir terjadinya fals dari pihak kita. Upaya dan sikap seperti itu harus dilakukan dengan semangat nyappur, yaitu toleransi. Sebuah konser musik itu dituntut keselarasan, dan keselarasan itu sikap toleransi agar secara keseluruhan mampu menampilkan kepaduan musik yang dikeluarkan secara bersama.
Koperatif Itu Mutlak.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa musik yang sempurna adalah musik konser yang memadukan sekian banyak instrumen. Ibarat berkata kata, maka konser jauh memiliki kosakata yang lebih banyak dan sempurna, sehingga ibarat laporan maka mampu melaporkan segala sesuatunya secara lengkap. Dalam falsafah Piil Pesenggiri yang salah satu unsurnya adalah Sakai Sambaian,Sakai yang berasal dari kata seakai, atau terbuka. Dalam memainkan alat musik harmonika maka pengalaman saya adalah bahwa saya harus terbuka akan kelebihan dan kekurangan, maka kita dalam sebuah konser tentu harus bersedia dan siap menampilkan semua kemampuan terbaik yang dimunkinkan oleh alat instrumen harmonika. Tetapi dalam waktu yang bersamaan juga harus bersikap sambai atau sumbai yang memiliki sifat pengayoman.
Jangan sekali kali kita dengan menggunakan alat instrumen yang selengkap apapun seperti organ umpanya lalu memiliki kemampuan mengeluarkan seluruh suara dalam waktu bersamaan seperti suara seruling dan melodo gitar dalam waktu bersamaan umapamnanya tidak. Oleh sebab itu alat musik itu tak boleh mengira bahwa dirinya adalah yang terbaik serfta menidakkan yang lain. Sebaik baik suatu alat instrumen musik masih membutuhkan suara yang mampu dikeluarkan oleh instrumen lainnya. Agar tampilan konser akan lebih baik.
Dengan menggunakan harmonika
====== sorry terputus ========
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
mantep abis postingannya. Terimakasih
ReplyDelete