Sunday, January 31, 2016

Menulis Sejarah Seadanya, Semestinya atau Sebaiknya.

Tulisan ini saya susun secara terburu buru sehubungan ada komentar saya yang nampaknya cukup mengganggu di faceebook. Tulisan saya ini sekedar untuk menjelaskan utamanya kepada Udo Z Karzi dan Ibu Frieda Amran tentang apa yang ada dalam pemikiran saya sehingga saya menulis komentar itu. Terus terang hingga saat ini saya belum memiliki dan membaca buku Karya Frieda Amran Menelusuri Lampung Tumbai yang telah diterbitkan, insya Allah nanti waktu pulang ke Lampung saya akan cari buku ini. Jadi tulisan ini sama sekali bukan bukan resensi  Selama ini sedapat mungkin saya membaca melalui terbitan setiap mingguan di Media daerah Lampung yang dijadikan Tautan oleh Udo Z Karzi di Facebook yang saya selalu saja dikiriminya, dan saya senang sekali. Isinya lumaian menarik, banyak mengungkap catatan yang ditulis oleh penulis asing yang juga mungkin bagian dari penjajah, atau setidaknya ada unsur kesamaan yang sejatinya sangat kental.
Tetapi sejauh ini di mana saya menempatkan diri sebagai 100% persen memiliki semangat NKRI  dan juga mungkin fanatik subjektif, masih belum memiliki alasan untuk marah kepada si penulis, nampaknya penulis juga pintar mensiasati informasi yang dibagikannya sehingga walaupun yang disajikannya tulisan yang tidak tertutup kemungkinan justeru bekerja untuk kepentingan kolonial, tetapi melalui tulisan tersebut saya belum memiliki alasan untuk tidak membacanya.  Mungkin Frieda Amran menulis apa yang sebaiknya ditulis. Selaku penulis maka wajar bila Frieda tak ingin jadi sasaran kemarahan.


Tetapi dalam dunia ilmu, justeru pembaca menginginkan seberapa benar tulisan aslinya yang disusun oleh pihak asing yang juga penjajah itu, melalui kacamata ini kejujuran dalam menulis lebih ditekankan, terlepas para pembaca akan marah ataupun tidak, apalagi ini hanya sekedar masa lalu, yang kalaupun pada saat itu umpamanya sejatinya ada persekongkolan jahatpun toh para pelakunya sudah tiada lagi. sementara keturunanya tentunya tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya. Tetapi apakah penulis mau mengisi hidupnya dengan sumpah serapah yang tidak perlu.

Lalu untuk apa Bunda Frieda Amran menulis. Tidak lain adalah untuk membangun  bangsa ini khususnya masyarakat Lampung utamanya para generasi mda Lampung. Kalau memang itu yang diinginkan maka tentunya kita akan mempersilakan Bunda Frieda untuk menulisnya berdasarkan subjektifitas keilmuan sebagai penulis sejarah. Bunda Frieda juga kita harapkan menyajikan kerangka fikir untuk memberikan pengarahan utamanya kepada generasi muda, sudah barang tentu ketika tulisan itu membawa mission masa depan bangsa, maka akan muncul diskusi tentang pemikiran pemikiran masa depan bangsa. Dengan demikian kita akan menerima tulisan Bunda Frieda Amran bukan hanya sekedar rangkuman belaka, tetapi justeru gagasan gagasan.

Secara pribadi saya adalah seorang yang mengharapkan Bunda Menulis bukan hanya rangkuman, tetapi lebih banak gagasan, tetapi dilain pihak manakala Bunda menuliskan pemikiran sumbjektif keilmuan, maka saya juga menghawatirkan banyak informasi yang dimiliki Bunda Frieda yang tak kunjung muncul lantaran melayani respon dan bahkan serangan yang tidak perlu, karena berdasarkan pengalaman saya yang belum seberapa dalam tulis menulis, adalah agak repot menyajikan tulisan yang sistematis bila dalam waktu bersamaan juga melayani simpangsiurnya pendapat, dan bisa jadi cercaan. 

Semula saya ingin menghadiri undangan Udo Z Karzi untuk minum kopi sambil membicarakan buku Lampung Tumbai yang diedarkan melalui facebook, sayang karena suatu dan lain hal, saya tak dapay hadir dalam pertemuan itu. Ada beberapa pilihan bagi Bunda Frieda dalam menuliskan informasi yang terbilang langka ini, apakah akan menulis apa adanya, semestinya atau sebaiknya, itu hak Bunda Frieda terserah yang mana, yang penting bagi kami informasi dapat diterima sebanyak banyaknya, jangan terhenti dan terhambat.


   

No comments:

Post a Comment