Oleh Fachruddin
Alumnus Fak. Ushuluddin IAIN Rd.Intan, 83
PNS Pada Dinas Pendidikan Provinsi Lampung,
Sebagaimana kita tahu bahwa Ilmu Ushuluddin muncul secara bertahap dan banyak dilatarbelakangi oleh politik dan perkembangan pemikiran manusia, sehingga ilmu ini tidak hanya menyertakan dalil naqli tetapi jsuteru banyak diwarnai dalil aqli. Sebagai dalil aqli tentu saja terkait dengan konstruksi manusia itu sendiri serta keadaan geografis atau sesuatu yang konkrit lainnya., sebagai realitas yang yang akan dieksploitir. Latar belakang tersebut membentuk identitas Ilmu Ushuluddin, sehingga pada saat itu juga Ilmu Ushuluddin dirasakan perlu adanya.
Ilmu Ushuluddin muncul pada saat manusia boleh berfikir bebas dan perbedaanpun menjadi syah, dan bahkan perlu. Munculnya (1) Khawarij, (2) Murji’ah, (3) Mu’tazilah, (4) Asy’ariyah dan (5) Maturidiyah pada era klasik dikarenakan adanya kebebasan berfikir itu. Manakala kebebsan berfikir itu hilang maka ilmu Ushuluddin akan mengalami stagnasi, stagnasi ini akan berakibat tidak berperannya ilmu tersebut pada era selanutnya, yaitu era modern, di mana masyarakat akan bersentuhan dengan teknologi. Atau hanya menjadi pihak yang konsumtip belaka.
Pihak konsumtip pada era teknologi modern ternyata terdiri dari masyarakat miskin, Negara Muslim yang merupakan komunitas masyarakat miskin, sekarang ini seolah membenarkan tesis ini. Nampaknya ada kausalitas yang tak terpungkiri antara keterbatasan kebebsan berfikir, ketertinggalan dan kemiskinan. Kalau tesis ini kita terima, maka untuk melepaskan ummat dari kemiskinan nampaknya tidak ada lain yaitu kebebasan berfikir. Ilmu Ushuluddin diawal perkembangannya adalah identik dengan kebebasan berfikir itu. Mengembalikan identitas Ilmu Ushuluddin adalah merupakan keniscayaan, dalam rangka meningkatkan harkat manusia.
Ketika Ilmu Ushuluddin membentuk satu lembaga pendidikan, sebagai sebuah Fakultas pada sebuah Pergurusn Tinggi, maka ada keharusan bagi Fakultas untuk memelihara dan mempertahankan identitas Ilmu Ushuluddin. Dengan cara selalu mempertautkan antara Ilmu Ushuluddin dengan mempertautkan antara ”Tuhan – Manusia dan alam”. Dengan berbasis kebebasan berfikir. Untuk itu dibutuhkan penguasaan atas berbagai disiplin ilmu.
Pelajar dari negara negara maju yang melahirkan berbagai teknologi, ternyata mereka sangat menguasai berbagai ilmu dasar sains seperti matemática, física, biologi, nimia dan geografi. Gagasan gagasan yang melahirkan teknologi modern adalah bermuda dari penguasaan ilmu ilmu tersebut. Tugas Ilmu Ushuluddin adalah mendorong pendalam ilmu ilmu tersebut berbasiskan Tauhid.
Kebebesan berfikir yang berbasiskan Tauhid, yang merupakan domain Ilmu Ushuluddin, diyakini selain akan melahirkan berbagai teknologi tepat guna, juga akan mengentaskan ummat dari kemiskinan. Walaupun yang muncul pertama adalah berbagai perbedaan dan bahkan pertentangan. Tanda tanda kepenganutan terhadap kebebasan berfikir adalah saling menghormati akan pendapat pihak lain, tidak mengkalim diri sebagai yang paling benar, apalagi akan saling mengkafirkan.
Dalam kultur bangsa yang majemuk seperti Indonesia ini, maka faham multikulturalisme hendaknya mewarnai berbagai gagasan dalam mengupayakan pembaharuan. Indonesia membutuhkan pemikiran yang transformatif, meskipun pemikiran tersebut berasal dari komunitas tertentu, tetapi akan sangat dirasakan manfaatnya oleh komunitas yang lain. Pemikiran yang transformatif akan muncul manakala pemikiran tersebut merupakan konklusi dari premis premis, yang terdiri dari berbagai teori dan realitas alam (geografis).
Mengingat Ilmu Ushuluddin sejak awal kemunculannya dilatar belakangi oleh pemikiran bebas terhadap masalah politis dan geografis, maka sebenarnya Ilmu ushuluddin memiliki peluang terhadap kemunculan gagasan segar bagi kemajuan bangsa. Gagasan gagasan itu walaupun semula hanya bersifat normatif, tetapi bila memiliki wawasan sains maka kemungkinan akan melahirkan teknologi, adalah sesuatu yang tidak mustahil.
Sebenarnya ketika Ilmu Ushuluddin dikembangkan melalui sebuah Fakultas pada Perguruan Tinggi, maka kajian Ilmu Ushuluddin hendaknya konferhensif. Sebuah lembaga pendidikan biasanya akan menyentuh beberapa aspek antara lain (1) sain atau knowladge, (2) value, (3) attitude dan (seharusnya) , (4) vokasional. Seyogyanya kita tidak membatasi diri untuk menkancah value dan attitude belaka, tetapi bahasan kita mengacu kepada perkembangan sain (matematika, fisika, bilogi, kimia, geografi), maka kita akan dengan mudah merambah kepada vokasional. Kita akan merambah ke vokasional dengan sendirinya manakala kita berfikir positif.
Gagasan gagasan segar akan muncul dari pemikiran pemikiran yang positif. Gagasan yang positif hanya akan muncul dari seseorang yang memiliki hubungan kedalam dan hubungan keluar yang positif juga. Yang melahirkan self consept, self esteem dan selaf transformation yang bagus. Manakala itu didapatkan oleh para mahasiswa pada fakultas ushuluddin, maka alumninya tidak memiliki keinginan untuk menjadi PNS. Ia akan merasa rugi manakala bekerja pada sebuah instansi yang akan membelenggu ruang geraknya, apalagi dengan gaji yang relatif kecil.
Pada umumnya di negara negara miskin ini, orang beramai ramai membunuh karakternya sendiri sehingga tidak lagi memiliki hubungan yang positif baik ke dalam maupun keluar. Janganlah Fakultas Ushuluddin ikut mendorong mahasiswanya untuk berfikir yang salah bagi dirinya, dan bahkan membunuh segala potensi yang dianugerahkan Tuhan. Sehingga Ia berkesimpulan bahwa dirinya tidak memiliki bakat apa apa, tidak memiliki kelebihan apa-apa, sehingga Ia menetapkan kesimpulan yang ekstrim, yaitu membenci dirinya sendiri.
Seseorang pasti akan membenci dirinya sendiri, ketika Ia menganggap bahwa dia tidak punya apapa, sebagai kelebihannya. Padehal Allah sudah menjamin setiap manusia akan memiliki kelebihan yang mampu menjamin kehidupan dan eksistensi manusia lainnya, baik orang orang yang berada di bawah tanggung jawabnya maupun bukan. Kajian kajian Ilmu Ushuluddin memiliki wawasan untuk menghantar seseorang menyadari akan potensi dirinya, dan menghantar seseorang untuk memiliki hubungan positif baik ke dalam maupun keluar. Kajian Fakultas ushuluddin sangat memungkinkan untuk memainkan peran itu.
Prodi maupun mata kuliah hendaknya mengarah kepada pembentukan manusia yang ulil alabab, memiliki nilai yang positif dalam hubungan kedalam maupun keluar serta hubungan fertikal. Manakala belum ada prodi maupun mata kulaih yang secara jelas mendukung, maka programn ini dapat dilakukan secara terintegrasi ke dalam seluruh mata kuliah, dengan catatan para dosen harus memiliki visi dan wawasan yang sama. Modalnya adalah kebebasan berfikir berbasis tauhid.
Wallohua’lam bishowab.
Keterangan.
Naskah disampaikan dalam diskusi alumni Fakultas Ushuluddin IAIN pada tanggal 21 Januari 2010.
Bapak ini saya Muslikin
ReplyDeletesaya selaku mahasiswa Ushuluddin merasa bangga dengan ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada saya.
saya sangat setuju sekali dengan wacana tersebut, karena Fakultas Ushuluddin sendiri mencetak manusia yang bebas, maksudnya bebas melakukan pekerjaan apa saja asalkan tidak keluar dari tatanan ataupun moral agama, bebas untuk berfikir asal tidak keluar dari norma-norma agama yang kita anut yaitu Islam.
akan tetapi manusia sekarang ini banyak sekali yang lebih mementingkan Materi atau Dunia, sehingga dalam kuliah mereka banyak memilih perkuliyahan yang bisa langsung berkerja,dan masyarakat pada masakini lebih mendambakan bekerja menjadi PNS,yang menjanjikan masa tua mereka, dan saya juga pada awalnya merasa ragu untuk memasuki fakultas Ushuluddin, karena saya masih belum mengetahui benar apa-apa saja yang di pelajari dalam fakultas itu,dan akankah saya bisa bekerja setelah keluar dari sana, akan tetapi dengan mengucapan basmallah saya masuk ke Fakultas tersebut, dan sekarang saya sudah mulai mengerti dan juga saya sudah tidak pesimis lagi dengan Fakultas saya tersebut, karna di sana saya di ajari untuk berusaha berdiri sendiri dan jangan putus asa dalam menjalani kehidupan ini,karna sudah banyak contoh pengusaha-pengusaha dan pejabat-pejabat yang di cetak oleh Ushuluddin
Maju terus Ushuluddin jangan ternah takut dalam menghadapi gejolak problematika kehidupan.
karena manusia bisa maju tidak terlepas dari harapan, keyakinan dan usaha untuk menjadikan semuanya itu menjadi nyata.
dan jangan pernah takut utuk mencoba
= TERIMAKASIH =