Tuesday, March 30, 2010

ILMU USHULUDDIN DAN GEOGRAFI

FACHRUDDIN

Kajian Ilmu Ushuluddin yang bahasannya mementingkan dalil naqli dan aqli, tentu saja membutuhkan argument pendukung, baik dari al-Quran dan hadits maupun realita alam, apa lagi dikatakan bahwa wahyu Allah bukan saja seperti apa yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW, tetapi justeru lebih banyak melalui hamparan alam ini. Ilmu Ushuluddin yang dikatakan sebagai Ilmu ilmu dasar aqidah Islamiyah maka kajian tentang alam khususnya geografi adalah mutlak adanya.

Memang ilmu geografi belum begitu populer pada awal perkembangan Islam, tetapi bukankah demikian banyaknya hadits hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah banyak memberikan penjelasan penjelasan geografis kepada ummat manusia melalui para sahabat pada waktu itu. Dan demikian juga banyaknya ayat ayat al-Quran mengenai jagad raya ini.

Ilmu geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala alam dan kehidupan di muka bumi serta interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Geografi adalah ilmu yang dikembangkan Herodatus (± 485 – 425). Istilah geografi berasal dari Eratostenes (abad ke 1 M) yang amat dipengaruhi oleh astronomi dan matematika. Geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo (bumi) dan graphein (lukisan), lukisan alam, yaitu mengkaji gejala geosfir meliputi atmosfir hidrosfir, biosfir, lithosfir.

Atmosfir adalah lapisan udara yang menyelubungi bumi. Hidrosfir adalah lapisan air yang terdapat pada kulit bumi dan dalam bumi serta atmosfir bumi meliputi air hujan, air sungai, air laut dan air tanah. Biosfir adalah lapisan bumi yang ditempoati oleh manusia, hewan dan tumbuhan. Itulah hamparan alam yang kata Allah adalah merupakan wahyu wahyu-Nya. Yang hanya mampu direspon oleh orang orang yang ulil albaab.

Gelar Ulil Albaab adalah gelar yang harus diraih melalui Ilmu Ushuluddin. Gelar ulil albaab diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk merespon segala ciptaan Tuhan dan merespon Ketuhanan sekaligus. Dalil dalil Ilmu Ushuluddin harus berkembang sejalan dengan terbukanya tabir yang semula belum terkuakkan, sekitar gejala geosfir yang meliputi atmosfir hidrosfir, biosfir, dan lithosfir. Ilmu Ushuluddin sekarang harus memiliki kemampuan merumuskan argumentasi terkait hal tersebut di atas.

Argumentasi yang dibutuhkan sekarang bukan hanya argumentasi dalam rangka mengantisipasi mereka mereka yang kufur akan keilahian, tetapi argumentasi sekarang adalah juga dalam rangka mensejahterakan ummat manusia secara transformatif. Kita meyakini akan adanya jaminan kesejahteraan bagi mereka yang ulil albaab. Tetapi walaupun bagaimana mereka yang tidak memiliki pemahaman memadai tentang permasalahan geografis sudah dapat dipastikan akan mendapatkan kesulitan untuk menjadi ulil albaab tersebut di atas.

Bagaimana mungkin seseorang akan mampu menjadi orang yang ulil albaab bila tidak memiliki kemampuan merespon segala ciptaan Tuhan. Bagaimana mungkin seseorang akan mengatakan bahwa Allah tidak sia sia menciptakan segala ciptaanNya, sementara ia tidak memiliki pemahaman sedikitpun tentang ciptaan ciptaan itu. Kalaupun Ia mengatakan bahwa Allah tidak sia sia menciptakannya, itu hanyalah membeo belaka, Ia sebenarnya tidak paham dengan apa yang dikatakannya sendiri Dan Allah tentu saja kecewa kepada ummatnya yang mendalami ilmu ushuluddin tetapi tidak mau merespon ciptannya.

Jangankan kita akan merespon ciptaan Allah yang demikian luas serta membutuhkan penguasaan sain dan teknologi, pada paskamodern ini. Kita akan merespon perdebatan yang terjadi dijaman klasik dan menggunakan argument ilmu ushuluddin di awal perkembangannya saja telah mendapatkan kesulitan. Apalagi materi perdebatan bukan saja tentang suatu yang secara mudah dapat tertangkap indera, untuk memahami perdebatan pada saat itu sebenarnya kita membutuhkan pengetahuan tentang saince dasar.

Kalau saja perdebatan itu bisa kita dikembangkan, sejalan perkembangan waktu, tentu saja kita membutuhkan pemahaman tentang matematika, fisika, biologi, kmia dan seterusnya. Tidakkah kita menyadari perdebetan pada masa klasik itu telah menjalar bukan saja di darat, tetapi juga di air, di dalam tanah dan bahkan diudara. Yang sebagian besar terakumulasi dalam manusia, dengan segala hak dan kewajibannya Tidak salah kalu dikatakan bahwa manusia adalah jagad kecil, buana mini. Tetapi Allah mengatakan bahwa manusia adalah puncak ciptaan-Nya.

Para pimpinan Islam meributkan saja pada awal dan akhir puasa dengan “ Hisab dan Ru’yah “ sementara mereka tidak memiliki kemampuannya secara keilmuan. Hampir setiap tahun ummat dihadapkan dengan kericuhan ini, tetapi ummat tidak pula pernah mendapatkan penjelasan dengan forsi yang cukup. Dan bahkan nampaknya para ilmuan tidak mendapatkan peluang untuk bicara banyak tentang itu. Tiba tiba saja para pimpinan ummat menggariskan bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Sementara ia menunjukkan gejala gejala keawamannya tentang “bulan” yang sedang diperdebatkannya itu, dalam rangka mengawali dan mengakhiri puasa wajib di bulan Romadhon.

Argumen sekarang ini yang dibutuhkan adalah argument yang akan mensejahterakan ummat manusia. Argumen yang akan menjamin kelangsungan dan kenyamanan hidupnya. Bukan kah kita tahu bahwa kesejahteraan itu akan membuat ummat menjadi tenang dalam beribadah. Apalagi sekarang ini telah terjadi gap yang lebar antara yang kaya dan miskin. Dan imbas dari gap ini sering terjadi kejahatan. Maka argument argument yang muncul adalah memperkecil gap yang ada.

Sudah saatnya dosen fakultas Ushuluddin bersentuhan denga ilmu geografi. Dosen mata kuliah apapun hendaknya gencar berdiskusi mendatangkan guru Besar Ilmu Geografi untuk menyelenggarakan workshop sehingga para dosen memiliki wawasan yang luas tentang geografi. Sehingga Ilmu ushuluddin mampu memberikan pencerahan bukan saja bagi pakar ilmu ini tetapi bagi ummat manusia secara keseluruhan.

No comments:

Post a Comment