Akrualisasi Lamban Gedung Pekon Balak itu sudah lama terjadi, di masa kanak kanak saya saja, sekitar tahun 60-an kami disuguhi upaya aktualisasi itu melalui pembentukan tokoh. Terciptanya syair lagu (Lampung : Pattun/Pantun/Segata) Tamong Roai yang ternyata mirip sekali dengan dengan syair 'Gamolan Sakti' ciptaan Hasyimkan Gamol, itu menunjuukkan kegigihan upaya aktualisasi Lamban Gedung, Lamban Gedung diharapkan akan menjadi Lambang persatuan komunitas ini. Dengan demikian maka wajar saja bila seandainya upaya aktualisasi itu juga dilakukan oleh Pangeran Edwardsyah Prenong sebagai pewaris tahta kedatan di lingkungan Adat Skala Brak.
Secara kebetulan saya sebaya dengan sosok 'Roaini' yang terlahir dari keluarga, tepatnya cucu dari 'Mari'ah' yaitu seorang yang sempat tinggal di Lamban Gedung sebelum Ia disunting oleh seorang pria yang bernama M.Umat. Disuntingnya seorang gadis manis yang bernama Mari'ah yang berasal dari Lamban Gedung itu tentu saja disambut dengan sebuah lagu / pantun yang sangat memuliakan, tak terhitung berulangkali lagu ini dinyanyikan sehingga dihapa oleh laki laki-erempuan, tua-muda, dewasa dan anak anak, syairnya berbunysi yaitu :
Nak Niknak Niknak Ning Kung
Gamolan Haji Zamar
Wat Mulli jak Gedung
Kebayan Ni Mat Umar
Thursday, November 26, 2015
Sunday, November 22, 2015
Tamong Ni Roai ... !?
Sewaktu saya masih balita dahulu bujang ataupun gadis di desa saya Pagelaran Kabupaten Pringsewu dari kelompok komunitas asal Lampung Barat sering menyanyikan pantun dengan syair seperti ini :
Nak ...Ninak ...Ninak ... Ning Kung
Gamolan Haji Suhai ...
Wat mulli jak Gedung
Yaddo Tamong ni Roai.
Sair pantun itu sangat melekat di ingatan saya karena kebetulan yang disebut Roai adalah Roaini anak tetangga yang usianya lebih kurang masih sebaya, terusik juga pertanyaan pada waktu itu mengapa temanku yang lain tak dilagukan oleh mereka mereka itu, pertanyaan ini kutelan sendiri hingga meliwati masa remajaku, dan aku muali berani menduga duga.
-
Menyimak nada dan syair Gamolan Sakti Hasyim Gamol seperti apa yang sebarkannya melalui You Tubenya ini, tak terhindarkan saya terperanjat juga. Lagu yang saya kenal sebagai Tamongnya Roi itu sama persis dengan lagunya Hasyimkan Gamol.
Memang Syair Tamong Ni Roi
Nak ...Ninak ...Ninak ... Ning Kung
Gamolan Haji Suhai ...
Wat mulli jak Gedung
Yaddo Tamong ni Roai.
Sair pantun itu sangat melekat di ingatan saya karena kebetulan yang disebut Roai adalah Roaini anak tetangga yang usianya lebih kurang masih sebaya, terusik juga pertanyaan pada waktu itu mengapa temanku yang lain tak dilagukan oleh mereka mereka itu, pertanyaan ini kutelan sendiri hingga meliwati masa remajaku, dan aku muali berani menduga duga.
-
Menyimak nada dan syair Gamolan Sakti Hasyim Gamol seperti apa yang sebarkannya melalui You Tubenya ini, tak terhindarkan saya terperanjat juga. Lagu yang saya kenal sebagai Tamongnya Roi itu sama persis dengan lagunya Hasyimkan Gamol.
Memang Syair Tamong Ni Roi
Sunday, November 8, 2015
Antisipasi Konflik Dengan Anjau Silau
Oleh Edward Syah Pernong
SAYA duga banyak warga Lampung yang tidak mengenal anjau silau. Bahkan, mendengar istilahnya pun mereka belum pernah. Karena itu, saya akan meringkas makna filsafat sosial Lampung ini, yang sesungguhnya merupakan kearifan lokal yang sangat bernilai, khususnya dalam mengantisipasi dan meredam konflik sosial, horizontal maupun vertikal.
Dari segisemantik, anjau silau berarti “berkunjung untuk menjenguk”. Jika seseorang melakukan anjau silau kepada kerabatnya, berarti dia mengunjungi untuk menjenguk kondisi tuan rumah. Sudah tentu dalam pertemuan itu terjadi saling tukar kabar dan gagasan tentang berbagai masalah. Jadi, unsur silaturahmi sangat kental di dalamnya, meski anjau silau dapat mengandung tujuan yang lebih spesifik.
Hemat saya, kearifan sosial dari adat istiadat kita sendiri ini akan mampu meminimalkan potensi konflik secara efektif. Saya sebut meminimalkan dan bukan menihilkan, karena kita perlu realistis bahwa selama ada masyarakat manusia, perbenturan di antara para anggota masyarakat itu tidak mungkin nol.
Peluang perbenturan itu makin besar seiring kian kompleksnya struktur sosial karena berbagai pengaruh politik, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Masyarakat modern juga mengalami apa yang disebut para ahli sosiologi sebagai diferensiasi sosial, yaitu makin bervariasinya profesi dan cara orang mencari nafkah; dan seiring dengan itu kian beragam pula gaya hidup mereka.
Korban Pertama
SAYA duga banyak warga Lampung yang tidak mengenal anjau silau. Bahkan, mendengar istilahnya pun mereka belum pernah. Karena itu, saya akan meringkas makna filsafat sosial Lampung ini, yang sesungguhnya merupakan kearifan lokal yang sangat bernilai, khususnya dalam mengantisipasi dan meredam konflik sosial, horizontal maupun vertikal.
Dari segisemantik, anjau silau berarti “berkunjung untuk menjenguk”. Jika seseorang melakukan anjau silau kepada kerabatnya, berarti dia mengunjungi untuk menjenguk kondisi tuan rumah. Sudah tentu dalam pertemuan itu terjadi saling tukar kabar dan gagasan tentang berbagai masalah. Jadi, unsur silaturahmi sangat kental di dalamnya, meski anjau silau dapat mengandung tujuan yang lebih spesifik.
Hemat saya, kearifan sosial dari adat istiadat kita sendiri ini akan mampu meminimalkan potensi konflik secara efektif. Saya sebut meminimalkan dan bukan menihilkan, karena kita perlu realistis bahwa selama ada masyarakat manusia, perbenturan di antara para anggota masyarakat itu tidak mungkin nol.
Peluang perbenturan itu makin besar seiring kian kompleksnya struktur sosial karena berbagai pengaruh politik, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Masyarakat modern juga mengalami apa yang disebut para ahli sosiologi sebagai diferensiasi sosial, yaitu makin bervariasinya profesi dan cara orang mencari nafkah; dan seiring dengan itu kian beragam pula gaya hidup mereka.
Korban Pertama
Subscribe to:
Posts (Atom)