Sunday, January 23, 2011

AKTUALISASI PIIL PESENGGIRI MELALUI PENDIDIKAN FORMAL


Aktualisasi falsafah Piil Pesenggiri melalui pendidikan formal merupakan satu satunya upaya setelah ketidakberdayaan lembaga adat, dan Pemerintah daerah Provinsi Lampung lebih memilih membentuk lembaga adat buatan, sebagai pseudo lembaga adat, ketimbang pemberdayaan lembaga adat yang asli. Sedang lembaga adapt buatan entah apapun namanya tak akan bias menggantikan peran lembaga adat.

Piil pesenggiri adalah perangkat nilai yang selama ini mewarnai sikap masyarakat komunitas adat Lampung. Adalah wajar adanya bila terdapat berbagai perbedaan nuansa penafsiran, karena bila setiap seseorang seseorang berfikir secara filosofis dengan bahasa yang sama sekalipun, maka perbedaan nuansa penafsiran bias saja terjadi. Namun tak dapat dipungkiri akan peran piil pesenggiri dalam mebentuk sikap dan prilaku luhuir masyarakat Lampung melalui tatanan adat mereka selama ini.

Essensi konten piil pesenggiri tidak lah menjadi persoalan yang serius, sekalipun didapatkan perbedaan tataurut penyebutan, tetapi perbedaan itu dapat difahami, karena terkait kebutuhan untuk mempermudah pemahaman. Tetapi isi piil pesenggiri yang meliputi produktif (nemui nyiman), kompetitif (nengah nyappur), kooperatif sakai sambaian dan inovatif (juluk adek) serta metodologis (titi gemeti), jelas merupakan nilai nilai luhur yang sesuai dengan era modern. Skarang ini.


Peluang aktualisasi falsafah piil pesenggiri melalui lembaga pendidikan formal jauh lebih besar dibanding lembaga adat dan apalagi sekedar pseudo adat, yang tak akan mengakar dan memucuk itu. Mata pelajaran muatan lokal yang untuk SD diisi dengan pelajaran Aksara Lampung, sedang di SMP dan di SMA mata pelajaran Keterampilan Kesenian, dan SMK dapat disesuaikan dengan jurusan yang ada.

Sebagai falsafah, maka piil pesenggiri ini bias dijadikan bahan ajar dengan sarat gurupun harus memahami mata pelajaran hingga ke falsafahnya. Sebagaimana kurikulum terdiri dari falsafah, dokumen, proses dan hasil atau evaluasi, maka banyak sekali guru yang pemahamannya terhenti pada dokumen. Sehingga mata pelajaran yang disajikan oleh guru pengampu tidak menyentuh roh dari mata pelajaran itu.

Itulah sebabnya maka mata pelajaran muatan lokal ‘Aksara Lampung’ sering dikeluhkan baik oleh peserta didik maupun orang tua siswa. Mata pelajaran itu seperti berjalan tampa arah. Padehal arah pendidikan itu jelas, melalui mata pelajaran baik sains maupun knowledge harus memperkaya value atau nilai guna mempengaruhi attitude atau sikap peserta didik.

Para guru yang mengajarkan muatan lokal kurang maksimal dalam berusaha menghantar para peserta didik untuk mendapatkan persepsi baru tentang nuansa ke”Lampung”an melalui mata pelajaran itu. Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Persepsi adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera (Drever dalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Proses pembelajaran ini akan kurang berhasil manakala guru kurang memfasilitasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal.

Penanaman nilai nilai filosofis memang bukan untuk dihafal, tetapi nilai nilai itu harus dikembangkan, oleh karenanya maka dalam memanamkan nilai nilai itu selalu dibutuhkan nilai nilai pembanding. Tetapi nilai pembanding itu sendiri tidak akan banyak berperan dalam pengembangan nilai nilai manakala kita tidak memperkenalkan nilai essensial piil pesenggiri, melalui mata pelajaran muatan lokal yang dimaksudkan sebagai aktualisasi nilai falsafah piil pesenggiri.


Sedangkan bahasa, aksara, seni, ornament dan lingkungan hidup Lampung dapat dijadikan dijadikan gerbang untuk mencapai nilai essensial sebuah pemikiran filsafat. Yang sesai dengan kaidah penyusunan kurikulum filsafat adalah sesuatu yang akan mewarnai konten, dokumen yang akan dibawa ke suatu proses pembelajaran.

Dinas Pendidikan Provinsi Lampung selama ini ternyata dalam pelatihan pelatihan kepada para guru mata pelajaran, masih berkutat di sekitar konten dokumen yang didadapatkan dari buku bahan ajar yang ditawarkan oleh berbagai penulis, dan guru merasa sudah segala galanya ketika menampilkan bahan ajar itu, bahkan ada yang menjadikannya sumber ajar.

No comments:

Post a Comment