Sejatinya saya sangat tertarik dngan gagasan Kongres Bahasa Lampung itu, tetapi bagi saya yang paling penting adalah dampak positif dari pelaksanaan kongres, yaitu perubahan minset masyarakat Lampung. Persoalan yang menerpa bahasa Lampung adalah semakin sedikitnya jumlah penutur bahasa Lampung. yang paling utama adalah karena jumlah komunitas pengguna bahasa Lampung memang sedikit, ditambah lagi dengan sedikitnya masalah yang telah dijelaskan dengan menggunakan bahasa Lampung.
Saya pernah ikut menggagas adanya bahasa persatuan di Lampung, tetapi gagasan itu hanya bersifat lntaran ide saja, namun ternyata respon cukup deras, dalam bentuk penolakan. Sama dengan gagasan saya untuk penajaman Falsafah Lampung Piil Pesenggiri juga kurang mendapatkan respon positif justeru dari pihak yang sejatinya memiliki komitmen kuat terhadap keoada pemikiran filosofis Piil apalagi yang bersangkutan didaulat sebagai pakar bahasa Lampung. Baginya Falsafah lampung itu tak lebih dari kirotoboso dalam bahasa Jawa, suatu hal yang saya tak pernah lupa dengan perumpamaan yang disebutnya yaitu nama binatang "Kodok", disebut kodok karena 'Teko Teko Langsung Ndodok', bagaimana mungkin sang pakar akan membangun bahasa tampa filsafat, karena puncak belajkar bahasa adalah belajar falsafahnya.
Judul tulisan ini adalah Bahasa, Seni, Produksi dan Filsafat.